Minggu, 19 Juni 2016

Essay Motivasi Kerja Mahasiswa Jurusan Akuntansi Setelah Mempelajari Bidang-Bidang Akuntansi


"Motivasi Kerja Mahasiswa Jurusan Akuntansi Setelah Mempelajari Bidang-Bidang Akuntansi"

Tujuan seorang mahasiswa Jurusan Akuntansi di perguruan tinggi atau universitas bukan untuk mencari ilmu, akan tetapi setelah lulus dan mendapatkan gelar S1 dari perguruan tinggi  nantinya seseorang tersebut mendapat pekerjaan yang layak sesuai dengan yang diharapkan atau di cita-citakan. Banyak perguruan tinggi ternama, baik perguruan tinggi negeri maupun perguruan tinggi swasta dari berbagai jurusan disiplin ilmu yang berlomba-lomba menciptakan peserta didik atau lulusan yang terbaik dan siap bersaing di dunia pekerjaan nantinya, karena tidak dapat dipungkiri lapangan pekerjaan saat ini sangat minim jika dibandingan dengan jumlah pencari kerja. Siapkah anda menghadapi persaingan MEA? Sudah seharusnya kita bersiap menghadapi ketatnya persaingan di Indonesia dan negara-negara di wilayah Asia Tenggara akan membentuk sebuah kawasan yang terintegrasi yang dikenal sebagai Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). MEA merupakan bentuk realisasi dari tujuan akhir integrasi ekonomi di kawasan Asia Tenggara.
Terdapat empat hal yang akan menjadi fokus MEA yang dapat dijadikan suatu momentum yang baik untuk Indonesia. Pertama, negara-negara di kawasan Asia Tenggara ini akan dijadikan sebuah wilayah kesatuan pasar dan basis produksi. Dengan terciptanya kesatuan pasar dan basis produksi maka akan membuat arus barang, jasa, investasi, modal dalam jumlah yang besar, dan skilled labour menjadi tidak ada hambatan dari satu negara ke negara lainnya di kawasan Asia Tenggara.
Kedua, MEA akan dibentuk sebagai kawasan ekonomi dengan tingkat kompetisi yang tinggi, yang memerlukan suatu kebijakan yang meliputi competition policy, consumer protection, Intellectual Property Rights (IPR),taxation, dan E-Commerce. Dengan demikian, dapat tercipta iklim persaingan yang adil;  terdapat perlindungan berupa sistem jaringan dari agen-agen perlindungan konsumen; mencegah terjadinya pelanggaran hak cipta; menciptakan jaringan transportasi yang efisien, aman, dan terintegrasi; menghilangkan sistem Double Taxation, dan; meningkatkan perdagangan dengan media elektronik berbasis online.
            Ketiga, MEA pun akan dijadikan sebagai kawasan yang memiliki perkembangan ekonomi yang merata, dengan memprioritaskan pada Usaha Kecil Menengah (UKM). Kemampuan daya saing dan dinamisme UKM akan ditingkatkan dengan memfasilitasi akses mereka terhadap informasi terkini, kondisi pasar, pengembangan sumber daya manusia dalam hal peningkatan kemampuan, keuangan, serta teknologi. 
Keempat, MEA akan diintegrasikan secara penuh terhadap perekonomian global. Dengan dengan membangun sebuah sistem untuk meningkatkan koordinasi terhadap negara-negara anggota. Selain itu, akan ditingkatkan partisipasi negara-negara di kawasan Asia Tenggara pada jaringan pasokan global melalui pengembangkan paket bantuan teknis kepada negara-negara Anggota ASEAN yang kurang berkembang. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan kemampuan industri dan produktivitas sehingga tidak hanya terjadi peningkatkan partisipasi mereka pada skala regional namun juga memunculkan inisiatif untuk terintegrasi secara global.
Jadi seharusnya Untuk menghadapi MEA, lulusan sarjana Akuntansi Indonesia sebetulnya tak perlu khawatir jika meliliki strategi seperti, kemampuan dalam Bahasa Inggris, kesiapan mereka juga sangat tergantung pada mental dan mempunyai kemampuan dalam bidang akuntansi seperti software akuntansi. Banyak yang belum siap kalau mereka bersaing dengan akuntan luar negeri. Selain itu perlu ditetapkan standar kompetensi lulusan sarjana akuntansi sebagai berikut: Mampu menyusun laporan keuangan perusahaan jasa, dagang, dan manufaktur sesuai dengan standar akuntansi; Mampu menganalisis informasi keuangan untuk kebutuhan internal perusahaan; Mampu mendesain sistem akuntansi manual dan berbasis teknologi informasi; Mampu mendesain Kertas Kerja Audit dan melakukan pengauditan laporan keuangan; Mampu menyusun dan menganalisis laporan keuangan sektor publik; Mampu menghitung, melaporkan, dan menyetorkan pajak sesuai peraturan perpajakan; dan Mampu melakukan riset/menulis karya ilmiah. Ketika kita telah belajar semua kemampuan tersebut dalam perkuliahan di jurusan akuntansi, maka setelah lulus dari universitas nantinya maka kita tidak akan takut dalam menghadapi MEA. 

N.n. (2013). Indonesia Hanya Menduduki Peringkat Empat di ASEAN. 

Tulisan Ini Adalah Salah Satu Bentuk Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akuntansi Internasional
Nama         : F. Azhariana
Dosen : Jessica Barus, S.E., Mmsi.

UNIVERSITAS GUNADARMA

AKUNTANSI INTERNASIONAL ANALISIS JURNAL 3


Topik / Tema     :  Perpajakan Internasional dan Penetapan Harga Transfer
Judul        : EVALUASI ATAS PERLAKUAN PERPAJAKAN TERHADAP TRANSAKSI TRANSFER PRICING PADA PERUSAHAAN MULTINASIONAL DI INDONESIA
Nama Penulis    : Indah Dewi Nurhayati

Awalnya transfer pricing dikenal dalam akuntansi manajemen sebagai kebijakan harga yang diterapkan atas penyerahan barang atau jasa antar divisi/departemen di dalam suatu perusahaan dengan tujuan untuk mengukur kinerja dari masing-masing divisi/departemen tersebut. Seiring dengan perkembangan zaman, perusahaan multinasional yang biasanya menerapkan desentralisasi operasi dengan cara membagi perusahaannya atas pusat-pusat pertanggungjawaban baik itu pusat biaya maupun pusat penghasilan, telah memanfaatkan transfer pricing sebagai alat untuk menghindari atau menggelapkan pajak dengan cara meminimalkan beban pajak yang harus ditanggung perusahaan. Melalui praktik transfer pricing, upaya meminimalkan beban pajak dilakukan dengan cara mengalihkan penghasilan serta biaya suatu perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa dari suatu negara kepada perusahaan di negara lain yang tarif pajaknya berbeda. Masalah pengalokasian penghasilan dan biaya perusahaan multinasional ini harus diatur dengan baik dan jelas oleh masing-masing negara yang terlibat dalam transaksi internasional. Pengaturan yang baik dan jelas diharapkan dapat mencegah dan mendeteksi tindakan-tindakan manipulasi pajak melalui transfer pricing yang sering dilakukan perusahaan multinasional untuk melakukan penghindaran/penggelapan pajak. Penelitian dilakukan untuk mengevaluasi kebijakan-kebijakan/peraturan-peraturan perpajakan mengenai pencegahan dan penanggulangan praktek transfer pricing yang menyebabkan penghindaran/penggelapan pajak di Indonesia. Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian kepustakaan (library research), yaitu mengumpulkan data dan informasi melalui bermacam-macam materi dengan melakukan kajian-kajian yang menyangkut masalah transfer pricing. Data dicari dan ditemukan melalui kajian pustaka dari buku-buku, dokumen, literatur-literatur, peraturan-peraturan perpajakan dan catatan yang relevan dengan pembahasan. Penelitian ini termasuk kategori penelitian kualitatif dengan prosedur kegiatan dan teknik penyajian finalnya secara deskriptif analisis, yaitu suatu metode yang mengumpulkan, menyajikan serta menganalisis data sehingga dapat memberikan gambaran yang cukup jelas atas objek yang diteliti. Analisis atas Peraturan Penggunaan Arm’s length Principle dalam Pengujian Kewajaran Transfer Pricing Untuk mencegah penghindaran pajak karena penentuan harga tidak wajar (non arm’s length price) diterbitkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-32/PJ/2011 tanggal 11 Nopember 2011. Peraturan ini membahas penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm’s length principle) terkait transaksi antara Wajib Pajak dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa. Dalam PER-32/PJ/2011 Wajib Pajak diharuskan untuk menggunakan nilai pasar wajar dalam bertransaksi dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa (related parties). Penentuan harga transaksi wajar (arm’s length price) bisa melalui metode perbandingan harga antara pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa, resale price dan metode lainnya.Syarat utama analisis ini adalah ketersediaan data pembanding eksternal dan internal. Apabila Wajib Pajak tidak bisa menunjukkan bukti pendukung kewajaran harga transaksi, maka Ditjen Pajak akan menetapkan harga transaksi yang wajar antara pihak-pihak yang terafiliasi. Indikator untuk menetapkan Wajib Pajak dalam negeri sebagai pihak yang sebenarnya melakukan pembelian, hanya dua yaitu apabila Wajib Pajak dalam negeri tersebut mempunyai hubungan istimewa dengan pihak atau badan yang dibentuk untuk maksud melakukan pembelian saham atau aktiva perusahaan (special purpose company); dan terdapat ketidakwajaran penetapan harga pembelian. Sedangkan untuk mencegah adanya praktek controlled foreign coorporations, Direktorat Jenderal Pajak mengantisipasinya dengan Pasal 18 ayat (2) UU PPh serta melalui Peraturan Menteri Keuangan No.256/PMK.03/2008 yang menetapkan bahwa besarnya penyertaan modal Wajib Pajak dalam negeri paling rendah 50 % dari jumlah saham yang disetor dan saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak dalam negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek adalah pada bulan keempat setelah berakhirnya batas waktu kewajiban penyampaian SPT Tahunan badan usaha di luar negeri tersebut, atau pada bulan ketujuh setelah tahun pajak berakhir, bila badan usaha di luar negeri tersebut tidak memiliki kewajiban menyampaikan SPT Tahunan. Dapat di simpulkan Transfer Pricing adalah suatu harga jual khusus yang dipakai dalam transaksi penyerahan barang, jasa atau pemanfaatan harta tak berwujud antara perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa. Praktik transfer pricing sering digunakan oleh banyak perusahaan sebagai alat untuk menghindari atau menggelapkan pajak dengan cara meminimalkan beban pajak yang harus dibayar oleh perusahaan. Praktik tersebut dilakukan dengan cara mengalihkan penghasilan atau dasar pengenaan pajak dan/atau biaya dari satu perusahaan ke perusahaan lain yang mempunyai hubungan istimewa, dengan mempertimbangkan perbedaan ketentuanketentuan perpajakan yang terjadi dari suatu negara dengan negara lainnya. Adanya hubungan istimewa merupakan kunci terjadinya praktik transfer pricing. Transaksi yang terjadi antar perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa biasanya sering memakai harga yang tidak wajar, yang tidak sama dengan harga yang terjadi dalam transaksi antar pihak yang independen.

Sumber : Jurnal Manajemen dan Akuntansi Volume 2, Nomor 1, April 2013
Tulisan Ini Adalah Salah Satu Bentuk Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akuntansi Internasional

Nama         : F. Azhariana
Dosen : Jessica Barus, S.E., Mmsi.
UNIVERSITAS GUNADARMA


AKUNTANSI INTERNASIONAL ANALISIS JURNAL 2

Topik / Tema   :  IFRS
Judul                : Adopsi IFRS dan Relevansi Nilai Informasi Akuntansi
Nama Penulis   : Nur Cahyonowati & Dwi Ratmono


IASC dibentuk pada tahun 1973 dengan  menerbitkan IAS pertama  kali  pada  tahu 1975.  Proses  penyusunan  IAS mengalami  perubahan subtansial dengan  direstrukturisasinya IASC menjadi IASB pada tahun 2001. Standar yang diterbitkan oleh IASB  disebut sebagai IFRS. Sejak tahun 2005,  hampir semua perusahaan publik di negara-negara Eropa dan beberapa negara lain diwajibkan menyusun laporan keuangan berdasar IFRS. pada 2 April 2009 untuk mempunyai a single set of high-quality global accounting standards dalam rangka menyediakan informasi keuangan yang berkualitas di pasar modal internasional. Untuk mencapai tujuan tersebut, IASC dan IASB telah menerbitkan principles-based standards yang di- sebusebagai International  Financial Reporting Standards (IFRS) dan sebelumnya International Accounting Standards (IAS). Kewajiban untuk menggunakan IFRS bagi perusahaan-perusahaan yang terdaftar di bursa efek (listed companies) merupakan salah satu perubahan paling signifikan dalam sejarah regu- lasi akuntansi (Daske dkk., 2008). Telah lebih dari 100 negara mengadopsi IFRS. Regulator berharap bahwa  penggunaan  IFRS  dapat  meningkatkan komparabilitas laporan keuangan, meningkatkan transparansi perusahaan dan kualitas pelaporan keuangan sehingga menguntungkan investor. Bagian ini menguraikan hasil pengujian perbedaan relevansi nilai informasi akuntansi sebelum dan sesudah adopsi IFRS. Pada bagian pertama  diuraikan  prosedupemilihan  sampel dan jumlah sampel akhir untuk pengujian relevansi nilai. Bagian selanjutnya adalah statistik deskriptif dan matriks korelasi antarvariabel. Bagian selanjutnya adalah hasil pengujian hipo- tesis dan analisis tambahan (additional analysis). Populasi penelitian adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2008-2011. Perusahaan publik yang terdaftar di BEI dipilih karena merupakan entitas dengan akuntanbilitas signifikan yang diwajiban- kan menggunakan PSAK-IFRS dalam penyusun- an laporan keuangan mulai tahun 2010. Sampel akhir dipilih dengan teknik purposive sampling dengan kriteria:
a. Perusahaan tersebut mempublikasikan data laporan keuangan secara konsisten selama tahun 2008-2011;
bPerusahaan tersebut melakukan initial public offering (IPO) sebelum tahun 2008; dan
c.  Tersedia data-data lain yang diperlukan seperti data harga saham, jumlah lembar saham biasa.
Data dikumpulkan dari berbagai sumber yang saling melengkapi seperti laporan keuangan perusahaan, IDX Fact Book, ICMD, dan harga saham bulanan dari website BEIHasil penelitian menyajikan prosedur pemilihan sampel untuk pengujian relevansi nilai dengan teknik purposive sampling. Berdasar kriteria- kriteria yang telah diuraikan sebelumnya, sampel akhir terdiri atas 378 perusahaan dari berbagai industri. Dengan periode amatan selama empat tahun  maka  diperoleh  sampel  sebanyak  1.512 perusahaan-tahun (firms-years). Jumlah amatan periode sebelum (tahun 2008-2009) dan setelah adopsi adopsi IFRS (tahun 2010-2011) masing- masing sebanyak sebanyak 756 perusahaan-tahun (firms-years). Pengujian terhadap perbedaan rele- vansi nilai informasi akuntansi menggunakan sampel perusahaan yang sama (konsisten selama 4 tahun) dalam rangka mengontrol faktor-faktor karakteristik perusahaan yang mungkin mem- pengaruhi validitas internal hasil penelitian ini. menyajikan statistik deskriptif variabel- variabel penelitian yang digunakan dalam model pengujian  relevansnilai. Sesuai dengan  model harga (price model) yang dikembangkan Ohlson (1995), variabel yang digunakan adalah harga saham, laba bersih per lembar saham dan nilai buku ekuitas per lembar saham. Statistik des- kriptif pada Tabel 2 menunjukkan peningkatan rata-rata harga saham sebelum periode adopsi IFRS  sebesar  1.954,96  (dalam  rupiah)  menjadi 4.105,74 (dalam rupiah). Hal ini sejalan dengan periode bullish market di mana IHSG meningkat dari  2.447,29  pada  awal  tahun  2008  menjadi 3.821,99 pada akhir 2011 (IDX Fact Book, 2012). Namun harga saham menjadi lebih berfluktuasi (volatile) setelah adopsi IFRS dengan deviasi standar meningkat dari 8.358 menjadi 19.850,72 (dalam rupiah). Peningkatan volatilitas ini mungkin karena lebih banyak informasi spesifik tentang perusaha- an yang terrefleksi dalam harga saham (Karam- pinis dan Hevas, 2011). Peningkatan volatilitas ini mungkin juga karena pengaruh faktor krisis ekonomi global pada awal tahun 2010 yang men- yebabkan keputusan investor berubah relatif cepat. Nilai adjusted R2 juga mengalami peningkatan signifikan pada tahun 2010 menjadi 80% dari tahun-tahun sebelumnya sebesar sekitar 40%. Namun pada tahun 2011 terjadi penurunan nilai adjusted R2 menjadi 9,5%. Penurunan nilai adjusted R2  pada tahun 2011 menunjukkan bahwa investor  tidak banyak menggunakan informasi akuntansi dalam pengambilan  keputusan  untuk  pembelian  atau penjualan saham. Hal ini mungkin karena pada tahun 2011 keputusan  investasi sangat dipenga- ruhi faktor krisis ekonomi di Eropa dan Amerika Serikat.  IDX  Fact  Book  (2012)  mencatat  per- tumbuhan  IHSG  sebesar  3,20%  selama  tahun 2011 pada saat pasar modal negara-negara lain dalam kondisi negatif. Meskipun pertumbauhan IHSG positif, namun selama tahun 2011 nampak- nya informasi akuntansi tidak banyak digunakan dalam penentuan harga sahamDapat disimpulkan Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh adopsi IFRS terhadap kualitas informasi akuntansi. Pengujian dilakukan dengan membanding- kan hanya satu dimensi kualitas informasi akuntansi yaitu relevansi nilai pada periode sebelum dan sesudah adopsi IFRS. Hasil penguji- an menunjukkan bahwa tidak terdapat pening- katan relevansi nilai informasi akuntansi secara keseluruhan setelah periode adopsi IFRS. Hasil pengujian menunjukkan bahwa peningkatan relavansi  nilahanyterjadi untuinformasi  laba bersih.

Sumber : jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 14, No.2 November 2012

Tulisan Ini Adalah Salah Satu Bentuk Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akuntansi Internasional

Nama         : F. Azhariana
Dosen : Jessica Barus, S.E., Mmsi.
UNIVERSITAS GUNADARMA