BAB 4
PERILAKU ETIKA DALAM PROFESI AKUNTANSI

Profesi akuntan bertugas untuk
menyediakan informasi keuangan yang bermanfaat bagi banyak pengguna dalam
pengambilan keputusan ekonomik. Hal tersebut menerangkan bahwa betapa
pentingnya profesi akuntan dalam dinamika ekonomi global. Profesi akuntan
dianggap sebagai suatu urat nadi perekonomian global. Informasi yang dihasilkan
akan menjadi landasan utama setiap kebijakan ekonomi yang akan diambil oleh
pihak berkepentingan, kehandalan dan kompetensitas menjadi suatu keharusan yang
harus dimiliki seorang akuntan.
Pada saat ini profesi akuntan tidak hanya sebagai
seorang pencatat transaksi, pengolah transaksi, ataupun sekedar penghasil
informasi semata. Profesi akuntan pada saat ini dituntut mampu memberikan suatu
nilai tambah terhadap entitasnya di tempat dia bernaung. Dapat diprediksi
apabila seorang akuntan hanya bertugas untuk menghasilkan informasi keuangan
tanpa adanya unsur nilai tambah dari akuntan tersebut maka informasi yang
dihasilkan akan menyesatkan para penggunanya.
Profesi Akuntan biasanya dianggap sebagai salah satu
bidang profesi seperti organisasi lainnya, misalnya Ikatan Dokter Indonesia).
Supaya dikatakan profesi ia harus memiliki beberapa syarat sehingga masyarakat
sebagai objek dan sebagai pihak yang yang memerlukan profesi, mempercayai hasil
kerjanya. Adapun ciri profesi menurut Harahap (1991) adalah sebagai berikut :






Profesi akuntansi merupakan sebuah profesi yang
menyediakan jasa atestasi maupun non atestasi kepada masyarakat dengan dibatasi
kode etik yang ada. Jenis
Profesi yang ada antara lain

Akuntan publik
merupakan satu-satunya profesi akuntansi yang menyediakan jasa audit yang
bersifat independen. Yaitu memberikan jasa untuk memeriksa, menganalisis,
kemudian memberikan pendapat / asersi atas laporan keuangan perusahaan sesuai
dengan prinsip akuntansi berterima umum.

Akuntan
manajemen merupakan sebuah profesi akuntansi yang biasa bertugas atau bekerja
di perusahaan-perusahaan. Akuntan manajemen bertugas untuk membuat laporan
keuangan di perusahaan.

Akuntan pendidik
merupakan sebuah profesi akuntansi yang biasa bertugas atau bekerja di
lembaga-lembaga pendidikan, seperti pada sebuh Universitas, atau lembaga
pendidikan lainnya. Akuntan manajemen bertugas memberikan pengajaran tentang akuntansi
pada pihak – pihak yang membutuhkan.

Auditor internal
adalah auditor yang bekerja pada suatu perusahaan dan oleh karenanya berstatus
sebagai pegawai pada perusahaan tersebut. Tugas audit yang dilakukannya
terutama ditujukan untuk membantu manajemen perusahaan tempat dimana ia
bekerja.

Salah satu
profesi atau pekerjaan yang bisa dilakukan oleh akuntan diluar pekerjaan
utamanya adalah memberikan konsultasi mengenai berbagai hal yang berkaitan
dengan sistem informasi dalam sebuah perusahaan.
Seorang
Konsultan SIA/SIM dituntut harus mampu menguasai sistem teknologi komputerisasi
disamping menguasai ilmu akuntansi yang menjadi makanan sehari-harinya.
Biasanya jasa yang disediakan oleh Konsultan SIA/SIM hanya pihak-pihak tertentu
saja yang menggunakan jasanya ini.

Akuntan
pemerintah adalah akuntan profesional yang bekerja di instansi pemerintah yang
tugas pokoknya melakukan pemeriksaan terhadap pertanggungjawaban keuangan yang
disajikan oleh unit-unit organisasi dalam pemerintah atau pertanggungjawaban
keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi dalam pemerintah atau
pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah. Meskipun terdapat
banyak akuntan yang bekerja di instansi pemerintah, namun umumnya yang disebut
akuntan pemerintah adalah akuntan yang bekerja di Badan Pengawas Keuangan dan
Pembagian (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BAPEKA), dan instansi pajak.
Peranan Akuntan
adalah penasihat bisnis independen. Akuntan dapat menawarkan berbagai layanan.
Akuntan dapat didaftarkan auditor, dapat mengatur sistem akuntansi klien, bisa
menjadi penasihat pada perencanaan pajak, atau detektor penipuan dan
penggelapan, dapat melakukan penganggaran dan analisis laporan keuangan,
menyarankan klien pada keputusan pembiayaan, memberikan pengetahuan khusus dan
dapat membantu menjaga etika lingkungan.

Masyarakat
umumnya mempersepsikan akuntan sebagai orang yang profesional dibidang
akuntansi. Ini berarti bahwa mereka mempunyai sesuatu kepandaian yang lebih
dibidang ini dibandingkan dengan orang awam sehingga masyarakat pun berharap
bahwa para akuntan mematuhi standar dan tata nilai yang berlaku dilingkungan
profesi akuntan, sehingga masyarakat dapat mengandalkan kepercayaannya terhadap
pekerjaan yang diberikan.
Dalam hal seorang akuntan dipekerjakan oleh sebuah
organisasi atau KAP, tidak akan adaundang-undang atau kontrak tanggung jawab
terhadap pemilik perusahaan atau publik.Walaupun demikian, sebagaimana tanggung
jawabnya pada atasan, akuntan professional publik mengekspektasikannya untuk
mempertahankan nilai-nilai kejujuran, integritas, objektivitas, serta
kepentingan akan hak dan kewajiban. Nilai-nilai tersebut mencegah akuntan
profesional menjadi terikat atau terpengaruh dengan kepentingan-kepentingan
dari pemilik perusahaan.

Sebagain besar akuntan dan kebanyakan bukan akuntan
memegang pendapat bahwa penguasaan akuntansi dan atau teknik audit merupakan
sejata utama proses akuntansi. Tetapi beberapa skandal keuangan disebabkan oleh
kesalahan dalam penilaian tentang kegunaan teknik atau yang layak atau
penyimpangan yang terkait dengan hal itu. Beberapa kesalahan dalam penilaian
berasal dari salah mengartikan permasalahan dikarenakan kerumitannya, sementara
yang lain dikarenakan oleh kurangnnya perhatian terhadap nilai etik kejujuran,
integritas, objektivitas, perhatian, rahasia dan komitmen terhadap mendahulukan
kepentingan orang lain dari pada kepentingan diri sendiri. Berikut
penjelasannya :
1. Integritas
Setiap
tindakan dan kata-kata pelaku profesi menunjukansikap transparansi,
kejujuran dan konsisten.
2. Kerjasama
Mempunyai
kemampuan untuk bekerja sendiri maupun dalam tim
3. Inovasi
Pelaku
profesi mampu memberi nilai tambah pada pelanggan
dan proses kerja dengan metode baru.
4. Simplisitasi
Pelaku
profesi mampu memberikan solusi pada setiap
masalah yang timbul, dan masalah yang kompleks menjadi
lebih sederhana. Teknik akuntansi (akuntansi technique) adalah aturan
aturan khusus yang diturunkan dari prinsip prinsip akuntan yang
menerangkan transaksi transaksi dan kejadian kejadian tertentu yang
dihadapi oleh entitas akuntansi tersebut.

Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada
masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Kepercayaan
masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik akan menjadi lebih tinggi, jika
profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan
profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya. Aturan Etika Kompartemen
Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi akuntan yang berpraktik sebagai
akuntan publik Indonesia. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik bersumber
dari Prinsip Etika yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam konggresnya
tahun 1973, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk pertama kalinya menetapkan
kode etik bagi profesi akuntan Indonesia, kemudian disempurnakan dalam konggres
IAI tahun 1981, 1986,1994, dan terakhir tahun 1998. Etika profesional yang
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dalam kongresnya tahun 1998 diberi
nama Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia.
Akuntan publik adalah akuntan yang berpraktik dalam
kantor akuntan publik, yang menyediakan berbagai jenis jasa yang diatur dalam
Standar Profesional Akuntan Publik, yaitu auditing, atestasi, akuntansi dan
review, dan jasa konsultansi. Auditor independen adalah akuntan publik yang
melaksanakan penugasan audit atas laporan keuangan historis yang menyediakan
jasa audit atas dasar standar auditing yang tercantum dalam Standar Profesional
Akuntan Publik. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dijabarkan ke dalam Etika
Kompartemen Akuntan Publik untuk mengatur perilaku akuntan yang menjadi anggota
IAI yang berpraktik dalam profesi akuntan publik.
1.
Contoh Kasus Perilaku Etika dalam Profesi Akuntansi
Kredit Macet Rp 52
Miliar, Akuntan Publik Diduga Terlibat
Selasa, 18 Mei 2010 |
21:37 WIB
JAMBI,
KOMPAS.com – Seorang akuntan publik yang membuat laporan keuangan perusahaan
Raden Motor untuk mendapatkan pinjaman modal senilai Rp 52 miliar dari BRI
Cabang Jambi pada 2009, diduga terlibat kasus korupsi dalam kredit macet.
Hal
ini terungkap setelah pihak Kejati Jambi mengungkap kasus dugaan korupsi
tersebut pada kredit macet untuk pengembangan usaha di bidang otomotif tersebut.
Fitri
Susanti, kuasa hukum tersangka Effendi Syam, pegawai BRI yang terlibat kasus
itu, Selasa (18/5/2010) mengatakan, setelah kliennya diperiksa dan dikonfrontir
keterangannya dengan para saksi, terungkap ada dugaan kuat keterlibatan dari
Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam kasus ini. Hasil pemeriksaan dan
konfrontir keterangan tersangka dengan saksi Biasa Sitepu terungkap ada
kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan
pinjaman ke BRI.
Ada
empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat dalam laporan tersebut
oleh akuntan publik, sehingga terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan
ditemukan dugaan korupsinya. “Ada empat kegiatan laporan keuangan milik Raden
Motor yang tidak masuk dalam laporan keuangan yang diajukan ke BRI, sehingga
menjadi temuan dan kejanggalan pihak kejaksaan dalam mengungkap kasus kredit
macet tersebut,” tegas Fitri.
Keterangan
dan fakta tersebut terungkap setelah tersangka Effendi Syam diperiksa dan
dikonfrontir keterangannya dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik
dalam kasus tersebut di Kejati Jambi.
Semestinya
data laporan keuangan Raden Motor yang diajukan ke BRI saat itu harus lengkap,
namun dalam laporan keuangan yang diberikan tersangka Zein Muhamad sebagai
pimpinan Raden Motor ada data yang diduga tidak dibuat semestinya dan tidak
lengkap oleh akuntan publik.
Tersangka
Effendi Syam melalui kuasa hukumnya berharap pihak penyidik Kejati Jambi dapat
menjalankan pemeriksaan dan mengungkap kasus dengan adil dan menetapkan siapa
saja yang juga terlibat dalam kasus kredit macet senilai Rp 52 miliar, sehingga
terungkap kasus korupsinya.
Sementara
itu pihak penyidik Kejaksaan yang memeriksa kasus ini belum maumemberikan
komentar banyak atas temuan keterangan hasil konfrontir tersangka Effendi Syam
dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik tersebut.
Kasus
kredit macet yang menjadi perkara tindak pidana korupsi itu terungkap setelah
kejaksaan mendapatkan laporan adanya penyalahgunaan kredit yang diajukan
tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor. Dalam kasus ini pihak
Kejati Jambi baru menetapkan dua orang tersangka, pertama Zein Muhamad sebagai
pimpinan Raden Motor yang mengajukan pinjaman dan tersangka Effedi Syam dari
BRI yang saat itu menjabat sebagai pejabat penilai pengajuan kredit.

Dalam
kasus ini, seorang akuntan publik (Biasa Sitepu) sudah melanggar prinsip kode
etik yang ditetapkan oleh KAP ( Kantor Akuntan Publik ). Biasa Sitepu telah
melanggar beberapa prinsip kode etik diantaranya yaitu :
1. Prinsip tanggung jawab : Dalam melaksanakan tugasnya
dia (Biasa Sitepu) tidakmempertimbangkan moral dan profesionalismenya sebagai
seorang akuntan sehingga dapat menimbulkan berbagai kecurangan dan membuat
ketidakpercayaan terhadap masyarakat.
2. Prinsip integritas : Awalnya dia tidak mengakui
kecurangan yang dia lakukan hinggaakhirnya diperiksa dan dikonfrontir
keterangannya dengan para saksi.
3. Prinsip obyektivitas : Dia telah bersikap tidak jujur,
mudah dipengaruhi oleh pihak lain.
4. Prinsip perilaku profesional : Dia tidak konsisten
dalam menjalankan tugasnya sebagai akuntan publik telah melanggar etika
profesi.
5. Prinsip standar teknis : Dia tidak mengikuti
undang-undang yang berlaku sehingga tidak menunjukkan sikap profesionalnya
sesuai standar teknis dan standar profesional yang relevan.
Solusi
yang tepat untuk kasus kredit macet adalah seharusnya perusahaan Raden Motor
membuat laporan keuangan yang diajukan ke BRI harus lengkap dan tersangka
Effedi Syam dari BRI yang saat itu menjabat sebagai pejabat penilai pengajuan
kredit, harus teliti dalam melakukan pengajuan kredit terhadap Zein Muhamad,
dan Biasa Sitepu selaku seorang akuntan public harus bertindak professional
dalam tugasnya apabila ada keganjalan dalam laporan keuangan perusahaan Raden
Motor beliau harus mengakuinya, sebagai seorang akuntan public Biasa Sitepu
telah melanggar etika profesi dan tidak mengikuti undang-undang yang berlaku.
2. Contoh kasus Skandal Manipulasi Laporan Keuangan PT.
Kimia Farma Tbk
Pada
audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba
bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans
Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai
bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah
dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001
disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup
mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya
sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7%
dari laba awal yang dilaporkan.
Kesalahan itu timbul
pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan
sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan
barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa
overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp
10,7 miliar. Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena
nilai yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan.
PT Kimia Farma, melalui
direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master
prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini
telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada
unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan kesalahan penyajian
berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan.
Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh
akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam,
disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah
mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan
tersebut.
Kesalahan pencatatan
ditemukan kantor akuntan publik Hans Tuanakota Mustofa (HTM) menjelang
pemerintah akan melakukan divestasi (pelepasan saham) tahap kedua di Kimia
Farma pada Mei 2002. Sementara kesalahan pencatatan ditemukan pada laporan
keuangan 2001 yang digunakan saat pelaksanaan divestasi yang dilakukan melalui
penawaran saham perdana (IPO).
3.
Keterkaitan
Manajemen Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk
Mantan direksi
PT Kimia Farma Tbk. Telah terbukti melakukan pelanggaran dalam kasus dugaan
penggelembungan (mark up) laba bersih di laporan keuangan perusahaan milik
negara untuk tahun buku 2001. Kantor Menteri BUMN meminta agar kantor akuntan
itu menyatakan kembali (restated) hasil sesungguhnya dari laporan keuangan
Kimia Farma tahun buku 2001. Sementara itu, direksi lama yang terlibat akan
diminta pertanggungjawabannya. Seperti diketahui, perusahaan farmasi terbesar
di Indonesia itu telah mencatatkan laba bersih 2001 sebesar Rp 132,3 miliar.
Namun kemudian Badan
Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai, pencatatan tersebut mengandung unsur
rekayasa dan telah terjadi penggelembungan. Terbukti setelah dilakukan audit
ulang, laba bersih 2001 seharusnya hanya sekitar Rp 100 miliar. Sehingga
diperlukan lagi audit ulang laporan keuangan per 31 Desember 2001 dan laporan
keuangan per 30 Juni 2002 yang nantinya akan dipublikasikan kepada publik.
Setelah hasil audit
selesai dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Hans Tuanakotta & Mustafa,
akan segera dilaporkan ke Bapepam. Dan Kimia Farma juga siap melakukan revisi
dan menyajikan kembali laporan keuangan 2001, jika nanti ternyata ditemukan
kesalahan dalam pencatatan. Untuk itu, perlu dilaksanakan rapat umum pemegang
saham luar biasa sebagai bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada publik.
Meskipun nantinya laba
bersih Kimia Farma hanya tercantum sebesar Rp 100 miliar, investor akan tetap
menilai bagus laporan keuangan. Dalam persoalan Kimia Farma, sudah jelas yang
bertanggung jawab atas terjadinya kesalahan pencatatan laporan keuangan yang
menyebabkan laba terlihat di-mark up ini, merupakan kesalahan manajemen lama.
4.
Kesalahan
Pencatatan Laporan Keuangan Kimia Farma Tahun 2001
Badan Pengawas
Pasar Modal (Bapepam) menilai kesalahan pencatatan dalam laporan keuangan PT
Kimia Farma Tbk. tahun buku 2001 dapat dikategorikan sebagai tindak pidana di
pasar modal. Kesalahan pencatatan itu terkait dengan adanya rekayasa keuangan
dan menimbulkan pernyataan yang menyesatkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Bukti-bukti tersebut antara lain adalah kesalahan pencatatan apakah dilakukan
secara tidak sengaja atau memang sengaja diniatkan. Tapi bagaimana pun,
pelanggarannya tetap ada karena laporan keuangan itu telah dipakai investor
untuk bertransaksi.
Seperti
diketahui, perusahaan farmasi itu sempat melansir laba bersih sebesar Rp 132
miliar dalam laporan keuangan tahun buku 2001. Namun, kementerian Badan Usaha
Milik Negara selaku pemegang saham mayoritas mengetahui adanya ketidakberesan
laporan keuangan tersebut. Sehingga meminta akuntan publik Kimia Farma, yaitu
Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) menyajikan kembali (restated) laporan
keuangan Kimia Farma 2001. HTM sendiri telah mengoreksi laba bersih Kimia Farma
tahun buku 2001 menjadi Rp 99 milliar. Koreksi ini dalam bentuk penyajian
kembali laporan keuangan itu telah disepakati para pemegang saham Kimia Farma
dalam rapat umum pemegang saham luar biasa. Dalam rapat tersebut, akhirnya
pemegang saham Kimia Farma secara aklamasi menyetujui tidak memakai lagi jasa
HTM sebagai akuntan publik.
Berdasarkan siaran pers yang dilakukan
oleh Pasar Modal tanggal 27 Desember 2002 dikatakan bahwa:
1.
Kasus
ini bermula dari ditemukannya hal-hal sebagai berikut:
o
Dalam
rangka retrukturisasi PT Kimia Farma Tbk. (PT KAEF), Sdr. Ludovicus Sensi W
selaku partner dari KAP HTM yang diberikan tugas untuk mengaudit laporan
keuangan PT KAEF untuk masa 5 bulan yang berakhir pada 31 Mei 2002, menemukan
dan melaporkan adanya kesalahan dalam penilaian persediaan barang jadi dan kesalahan
pencatatan penjualan untuk tahun yang berakhir per 31 Desember 2001.
o
Selanjutnya
diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa Kementerian
BUMN memutuskan penghentian poses divestasi saham milik Pemerintah di PT KAEF
setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan (overstated) dalam
laporan keuangan pada semester I tahun 2002.
2.
Berdasarkan
hasil pemeriksaan Bapepam, diperoleh bukti sebagai berikut :
a.
terdapat
kesalahan penyajian dalam laporan keuangan PT KAEF, adapun dampak kesalahan
tersebut mengakibatkan overstated laba pada laba bersih untuk tahun yang
berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp 32,7 miliar yang merupakan 2,3% dari
penjualan dan 24,7% dari laba bersih PT Kimia Farma Tbk.
b.
Kesalahan
tersebut terdapat pada unit-unit sebagai berikut: • Unit Industri Bahan Baku -
Kesalahan berupa overstated pada penjualan sebesar Rp 2,7 miliar. • Unit
Logistik Sentral - Kesalahan berupa overstated pada persediaan barang sebesar
Rp 23,9 miliar • Unit Pedagang Besar Farmasi (PBF) - Kesalahan berupa
overstated pada persediaan barang sebesar Rp 8,1 miliar. - Kesalahan berupa
overstated pada penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.
c.
Bahwa
kesalahan penyajian tersebut, dilakukan oleh Direksi periode 1998–Juni 2002
dengan cara: - Membuat 2 (dua) daftar harga persedian (master prices) yang
berbeda masing-masing diterbitkan pada tanggal 1 Pebruari 2002 dan 3 Februari
2002, dimana keduanya merupakan master prices yang telah diotorisasi oleh pihak
yang berwenang yaitu Direktur Produksi PT KAEF. Master prices per 3 Pebruari
2002 merupakan master prices yang telah disesuaikan nilainya (penggelembungan)
dan dijadikan dasar sebagai penentuan nilai persediaan pada unit distribusi PT
KAEF per 31 Desember 2001. - Melakukan pencatatan ganda atas penjualan pada
unit PBF dan unit Bahan Baku. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada
unit-unit yang tidak disampling oleh Akuntan.
d.
Berdasarkan
uraian tersebut di atas, tindakan yang dilakukan oleh PT KAEF terbukti
melanggar: - Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan
Keuangan.
e.
Berdasarkan
pemeriksaan yang telah dilakukan, terbukti bahwa Akuntan yang melakukan audit
Laporan Keuangan per 31 Desember 2001 PT KAEF: - Telah melakukan prosedur audit
termasuk prosedur audit sampling yang telah diatur dalam Standar Profesional
Akuntan Publik, dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan membantu
manajemen PT KAEF dalam penggelembungan keuntungan tersebut. Namun demikian
proses audit tersebut tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang
dilakukan oleh PT KAEF.
3.
Sehubungan
dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102 Undang-undang Nomor 8
tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun
1995 jo Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang
Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal maka PT Kimia Farma (Persero)
Tbk. dikenakan sanksi administratif berupa denda yaitu sebesar Rp. 500.000.000,-
(lima ratus juta rupiah)
4.
Sesuai
Pasal 5 huruf n Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal maka:
o
Direksi
Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan membayar
sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas Negara,
karena melakukan kegiatan raktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31
Desember 2001;
o
Sdr.
Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT
Kimia Farma (Persero) Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,-
(seratus juta rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas resiko audit
yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh
PT Kimia Farma (Persero) Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit
sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan
adanya unsur kesengajaan.
·
Kesimpulan
Maka dari itu,
berdasarkan kasus yang terjadi didalam PT. Kimia Farma kami dapat menyimpulkan
bahwa telah terjadi adanya pelanggaran kode etik profesi akuntansi diantaranya
sebagai berikut:
1.
Tanggung
jawab
Dalam hal ini Direksi
Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002 telah menyalahi
tanggung jawabnya dalam pembuatan laporan keuangan dengan melakukan kegiatan
praktek pengelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember 2001. Sehingga
dapat menyebabkan kesalahan pengambilan keputusan akibat adanya laporan
keuangan yang tidak aktual.
2.
Kepentingan
Publik
Atas kepercayaan yang
diberikan publik kepadanya, seorang akuntan harus secara terus menerus
menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. Dalam
hal ini, akuntan didalam PT. Kimia Farma telah mengorbankan kepentingan public
demi kepentingan mereka semata. Dengan kesalahan penyajian pada laporan
keuangan PT. Kimia Farma, menyebabkan pengambilan keputusan yang salah bagi
para investor.
3.
Integritas
Integritas
mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus
terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan
kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Namun, PT.
Kimia Farma terbukti tidak jujur dalam menyusun laporan keuangannya. Sehingga
telah melanggar prinsip kode etik akuntansi.
Integritas dapat menerima kesalahan yang
tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima
kecurangan atau peniadaan prinsip. Seperti halnya integritas yang dapat
menerima Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku
auditor PT Kimia Farma (Persero) Tbk. karena atas resiko audit yang tidak
berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia
Farma (Persero) Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai
dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya
unsur kesengajaan.
4.
Kompetensi
dan Kehati-hatian Profesional
Baik akuntan,
direksi maupun Auditor dari PT. Kimia Farma harus melaksanakan jasa
profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, sehingga tidak
adanya kecurangan dalam penyusunan laporan keuangan. Hal ini mengandung arti
bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan
sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan
konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik. Namun, pada
kenyataannya akuntan, direksi maupun auditor telah melanggar prinsip kompetensi
dan kehati-hatian professional dalam kode etik akuntansi karena adanya laporan
keuangan yang tidak valid.
5.
Perilaku
Profesional
Setiap anggota
harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi
tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Dalam hal ini, pihak yang
terlibat dalam penyusunan laporan keuangan PT. Kimia Farma pada tahun 2002
telah berperilaku tidak professional sehingga menimbulkan reputasi perusahaan
yang buruk. Bukan hanya itu saja, kinerja profesionalisme dari seorang auditor
pada PT. Kimia Farma pun dapat merusak reputasi mereka selaku auditor karena
resiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang
dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan
prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan
tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan.
6.
Standar
Teknis
Setiap anggota
harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar
profesional yang relevan. Dalam hal ini seorang akuntan dituntut untuk
melakukan penyusunan laporan keuangan harus sesuai dengan standar teknis yang
berlaku, yakni sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan. Namun pada
kenyataannya dalam penyusunan laporan keuangan terjadi adanya praktek
pengelembungan dana yang dilakukan oleh direksi PT. Kimia Farma sehingga
melanggar prinsip standar teknik dalam kode etik akuntansi.
3. Kasus Mulyana W Kusuma
Kasus ini terjadi sekitar
tahun 2004. Mulyana W Kusuma sebagai seorang anggota KPU diduga menyuap anggota
BPK yang saat itu akan melakukan audit keuangan berkaitan dengan pengadaan
logistic pemilu. Logistic untuk pemilu yang dimaksud yaitu kotak suara, surat
suara, amplop suara, tinta, dan teknologi informasi. Setelah dilakukan
pemeriksaan, badan dan BPK meminta dilakukan penyempurnaan laporan. Setelah
dilakukan penyempurnaan laporan, BPK sepakat bahwa laporan tersebut lebih baik
daripada sebelumnya, kecuali untuk teknologi informasi. Untuk itu, maka
disepakati bahwa laporan akan diperiksa kembali satu bulan setelahnya.
Setelah lewat satu bulan,
ternyata laporan tersebut belum selesai dan disepakati pemberian waktu
tambahan. Di saat inilah terdengar kabar penangkapan Mulyana W Kusuma. Mulyana
ditangkap karena dituduh hendak melakukan penyuapan kepada anggota tim auditor
BPK, yakni Salman Khairiansyah. Dalam penangkapan tersebut, tim intelijen KPK
bekerja sama dengan auditor BPK. Menurut versi Khairiansyah
ia bekerja sama dengan KPK memerangkap upaya penyuapan oleh saudara Mulyana
dengan menggunakan alat perekam gambar pada dua kali pertemuan mereka.
Penangkapan ini menimbulkan
pro dan kontra. Salah satu pihak berpendapat auditor yang bersangkutan, yakni
Salman telah berjasa mengungkap kasus ini, sedangkan pihak lain berpendapat
bahwa Salman tidak seharusnya melakukan perbuatan tersebut karena hal tersebut
telah melanggar kode etik akuntan.
Analisa : Hal yang
dilakukan oleh Khairiansyah tidak dibenarkan karena melanggar kode etik
akuntan. Seorang auditor telah melanggar prinsip objektivitas karena telah
memihak kepada salah satu pihak dengan berpendapat adanya kecurangan. Lalu
auditor juga melanggar prinsip kompetensi dan kehati-hatian profesional karena
auditor tidak mampu mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional
dalam melakukan audit keuangan terkait dengan pengadaan logistic pemilu.
Referensi
:
http://anjararifw.blogspot.co.id/2014/12/pelanggaran-etika-profesi-akuntansi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar