BAB 3
ETHICAL GOVERNANCE

Ethical Governance (Etika Pemerintahan) adalah
Ajaran untuk berperilaku yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai
keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia. Dalam Ethical Governance
(Etika Pemerintahan) terdapat juga masalah kesusilaan dan kesopanan ini dalam
aparat, aparatur, struktur dan lembaganya.
Kesusilaan adalah peraturan hidup yang berasal dari
suara hati manusia. Suara hati manusia menentukan perbuatan mana yang baik dan
mana yang buruk, tergantung pada kepribadian atau jati diri masing-masing.
Manusia berbuat baik atau berbuat buruk karena bisikan suara hatinya (consience
of man). Kesusilaan
mendorong manusia untuk kebaikan akhlaknya, misalnya mencintai orang tua, guru,
pemimpin dan lain-lain, disamping itu kesusilaan melarang orang berbuat
kejahatan seperti mencuri, berbuat cabul dan lain-lain.
Kesusilaan berasal dari ethos dan esprit yang ada
dalam hati nurani. Sanksi yang melanggar kesusilaan adalah batin manusia itu
sendiri, seperti penyesalan, keresahan dan lain-lain. Saksi bagi mereka yang
melanggar kesopanan adalah dari dalam diri sendiri, bukan dipaksakan dari luar
dan bersifat otonom.
Kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul karena
ingin menyenangkan orang lain, pihak luar, dalam pergaulan sehari-hari
bermasyarakat, berpemerintahan dan lain-lain. Kesopanan dasarnya adalah
kepantasan, kepatutan, kebiasaan, keperdulian, kesenonohan yang berlaku dalam
pergaulan (masyarakat, pemerintah, bangsa dan negara). Kesopanan disebut pula
sopan santun, tata krama, adat, costum, habit. Kalau kesusilaan ditujukan
kepada sikap batin (batiniah), maka kesopanan dititik beratkan kepada sikap
lahir (lahiriah) setiap subyek pelakunya, demi ketertiban dan kehidupan
masyarakat dalam pergaulan.
Tujuan bukan pribadinya akan tetapi manusia sebagai
makhluk sosial (communal, community, society, group, govern dan lain-lain),
yaitu kehidupan masyarakat, pemerintah, berbangsa dan bernegara. Sanksi
terhadap pelanggaran kesopanan adalah mendapat celaan di tengah-tengah
masyarakat lingkungan, dimana ia berada, misalnya dikucilkan dalam pergaulan.
Sanksi dipaksakan oleh pihak luar (norma, kaedah yang ada dan hidup dalam
masyarakat).
Sanksi kesopanan dipaksakan oleh pihak luar oleh
karena itu bersifat heretonom. Khususnya dalam masa krisis atau perubahan,
prinsip pemerintahan dan fundamental etikanya di dalam masyarakat sering kali
dipertanyakan dan kesenjangan antara ideal dan kenyataan ditantang. Belum lagi,
kita mengerti diskusi Etika Pemerintahan sebagai diskursus berjalan dalam
pengertian bersama tentang apa yang membuat pemerintahan itu baik, dan langkah
konkrit yang mana yang harus dilakukan dalam rangka berangkat dari konsensus
bersama ke pemerintahan praktis itu adalah indikator demokrasi dan masyarakat
multidimensi.

Gambaran mengenai perusahaan, mencerminkan
kepribadian para pimpinannya Budaya etika adalah perilaku yang etis. Penerapan
budaya etika dilakukansecara top-down. Langkah-langkah penerapan :
1. Penerapan
Budaya









2. Penerapan
Budaya Etika

Contoh : audit etika Kode Etik
Perusahaan

Contoh : IBM membuat IBM’s Business Conduct
Guidelines (Panduan Perilaku Bisnis IBM).

Semangat untuk mewujudkan Good Corporate Governance
memang telah dimulai di Indonesia, baik di kalangan akademisi maupun praktisi
baik di sektor swasta maupun pemerintah. Berbagai perangkat pendukung
terbentuknya suatu organisasi yang memiliki tata kelola yang baik sudah di
stimulasi oleh Pemerintah melalui UU Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal,
Standar Akuntansi, Komite Pemantau Persaingan Usaha, Komite Corporate
Governance, dan sebagainya yang pada prinsipnya adalah membuat suatu aturan
agar tujuan perusahaan dapat dicapai melalui suatu mekanisme tata kelola secara
baik oleh jajaran dewan komisaris, dewan direksi dan tim manajemennya.
Pembentukan beberapa perangkat struktural perusahaan
seperti komisaris independen, komite audit, komite remunerasi, komite risiko,
dan sekretaris perusahaan adalah langkah yang tepat untuk meningkatkan
efektivitas “Board Governance”. Dengan adanya kewajiban perusahaan untuk
membentuk komite audit, maka dewan komisaris dapat secara maksimal melakukan
pengendalian dan pengarahan kepada dewan direksi untuk bekerja sesuai dengan
tujuan organisasi.
Sementara itu, sekretaris perusahaan merupakan
struktur pembantu dewan direksi untuk menyikapi berbagai tuntutan atau harapan
dari berbagai pihak eksternal perusahaan seperti investor agar supaya
pencapaian tujuan perusahaan tidak terganggu baik dalam perspektif waktu
pencapaian tujuan ataupun kualitas target yang ingin dicapai. Meskipun belum
maksimal, Uji Kelayakan dan Kemampuan (fit and proper test) yang dilakukan oleh
pemerintah untuk memilih top pimpinan suatu perusahaan BUMN adalah bagian yang
tak terpisahkan dari kebutuhan untuk membangun “Board Governance” yang baik
sehingga implementasi Good Corporate Governance akan menjadi lebih mudah dan
cepat.
1. Pengertian
GCG
Mencuatnya
skandal keuangan yang melibatkan perusahaan besar seperti Enron, WorldCom,
Tyco, Global Crossing dan yang terakhir AOL-Warner, menuntut peningkatan
kualitas Good Corporate Governance (GCG), Soegiharto (2005:38) dalam Pratolo
(2007:7). Istilah GCG secara luas telah dikenal dalam dunia usaha. Berikut ini
adalah beberapa pengertian GCG :





2. Prinsip-prinsip
dan Manfaat GCG
Prinsip-prinsip
GCG merupakan kaedah, norma ataupun pedoman korporasi yang diperlukan dalam
sistem pengelolaan BUMN yang sehat. Berikut ini adalah prinsip-prinsip GCG yang
dimaksudkan dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-117/M-MBU/2002 tentang
penerapan praktek GCG pada BUMN.

keterbukaan
dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam
mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. Contohnya
mengemukakan informasi target produksi yang akan dicapai dalam rencana kerja
dalam tahun mendatang, pencapaian laba.

suatu
keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan
kepentingan dan pengaruh/ tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
Misalnya pada perusahaan ini sedang membangun pabrik, tetapi limbahnya tidak
bertentangan dengan UU lingkungan yg dapat merugikan piha lain.

kejelasan
fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan
perusahaan terlaksana secara efektif. Misalnya seluruh pelaku bisnis baik
individu maupun kelompok tidak boleh bekerja asal jadi, setengah-setengah atau
asal cukup saja, tetapi harus selalu berupaya menyelesaikan tugas dan
kewajibannya dengan hasil yang bermutu tinggi.

kesesuaian
di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Contohnya dalam hal ini
Komisaris, Direksi, dan jajaran manajemennya dalam menjalankan kegiatan operasi
perusahaan harus sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.

keadilan
dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan
perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya
memperlakukan rekanan sebagai mitra, memberi perlakuan yang sama terhadap semua
rekanan, memberikan pelayanan yang terbaik bagi pelanggan/pembeli, dan
sebagainya.

Code of Conduct adalah pedoman internal perusahaan
yang berisikan Sistem Nilai, Etika Bisnis, Etika Kerja, Komitmen, serta
penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam
menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan stakeholders. Salah
satu contoh perusahaan yang menerapkan kode perilaku korporasi (corporate code
of conduct) adalah sebagai berikut :
PT. NINDYA KARYA (Persero) telah membentuk tim
penerapan Good Corporate Governance pada tanggal 5 Februari 2005, melalui Tahapan
Kegiatan sebagai berikut :
Sosialisasi dan Workshop. Kegiatan sosialisasi terutama untuk para pejabat telah dilaksanakan dengan harapan bahwa seluruh karyawan PT NINDYA KARYA (Persero) mengetahui & menyadari tentang adanya ketentuan yang mengatur kegiatan pada level Manajemen keatas berdasarkan dokumen yang telah didistribusikan, baik di Kantor Pusat, Divisi maupun ke seluruh Wilayah.
Sosialisasi dan Workshop. Kegiatan sosialisasi terutama untuk para pejabat telah dilaksanakan dengan harapan bahwa seluruh karyawan PT NINDYA KARYA (Persero) mengetahui & menyadari tentang adanya ketentuan yang mengatur kegiatan pada level Manajemen keatas berdasarkan dokumen yang telah didistribusikan, baik di Kantor Pusat, Divisi maupun ke seluruh Wilayah.
Melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic
Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance
disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei
2005. Adapun Prinsip-prinsip Good Corporate Governance di PT NINDYA KARYA
(Persero) adalah sebagai berikut :
1. Pengambilan
Keputusan bersumber dari budaya perusahaan, etika, nilai, sistem, tata kerja
korporat, kebijakan dan struktur organisasi.
2. Mendorong
untuk pengembangan perusahaan, pengelolaan sumber daya secara efektif dan
efisien.
3. Mendorong
dan mendukung pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan stake
holder lainnya.
Dalam
mengimplementasikan Good Corporate Governance, diperlukan instrumen-instrumen
yang menunjang, yaitu sebagai berikut :
1. Code
of Corporate Governance (Pedoman Tata Kelola Perusahaan), pedoman dalam
interaksi antar organ Perusahaan maupun stakeholder lainnya.
2. Code
of Conduct (Pedoman Perilaku Etis), pedoman dalam menciptakan hubungan
kerjasama yang harmonis antara Perusahaan dengan Karyawannya.
3. Board
Manual, Panduan bagi Komisaris dan Direksi yang mencakup Keanggotaan, Tugas,
Kewajiban, Wewenang serta Hak, Rapat Dewan, Hubungan Kerja antara Komisaris
dengan Direksi serta panduan Operasional Best Practice.
4. Sistim
Manajemen Risiko, mencakup Prinsip-prinsip tentang Manajemen Risiko dan
Implementasinya.
5. An
Auditing Committee Contract – arranges the Organization and Management of the
Auditing Committee along with its Scope of Work.
6. Piagam
Komite Audit, mengatur tentang Organisasi dan Tata Laksana Komite Audit serta
Ruang Lingkup Tugas.
·
Contoh kasus Bank BNI

Bank BNI didirikan pada tahun 1946. Perusahaan publik ini mayoritas
sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia. Bank BNI merupakan bank
terbesar nomor 3 di Indonesia setelah Bank Mandiri dan BCA dengan total aset
pada tahun 2003 sebesar IDR. 131,49 triliun.
Visi : Menjadi
Bank kebanggaan nasional yang unggul dalam layanan dan kinerja.
Misi :
Memaksimalkan stakeholder value dengan menyediakan solusi keuangan yang fokus
pada segmen pasar korporasi, komersial dan consumer.

1.
BNI adalah bank umum berstatus
perusahaan publik.
2.
BNI berorientasi kepada pasar dan
pembangunan nasional.
3.
BNI secara terus menerus membina
hubungan yang saling menguntungkan dengan nasabah dan mitra usaha.
4.
BNI mengakui peranan dan
menghargai kepentingan pegawai.
5.
BNI mengupayakan terciptanya
semangat kebersamaan agar pegawai melaksanakan tugas dan kewajiban secara
profesional.

Awal terbongkarnya kasus menghebohkan ini tatkala BNI melakukan audit
internal pada bulan Agustus 2003. Dari audit itu diketahui bahwa ada posisi
euro yang gila gila besarnya, senilai 52 juta euro. Pergerakan posisi euro
dalam jumlah besar mencurigakan karena peredaran euro di Indonesia terbatas dan
kinerja euro yang sedang baik pada saat itu. Dari audit akhirnya diketahui ada
pembukaan L/C yang amat besar dan negara bakal rugi lebih satu triliun rupiah. Penjelasan
mengenai L/C fiktif BNI tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Waktu kejadian : Juli 2002 s/d
Agustus 2003
2. Opening Bank : Rosbank
Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall Street Banking Corp, dan Middle
East Bank Kenya Ltd.
3.
Total Nilai L/C : USD.166,79 juta
& EUR 56,77 juta atau sekitar Rp. 1,7 trilyun.
4.
Beneficiary/Penerima L/C : 11
perusahaan dibawah Gramarindo Group dan
5.
2 perusahaan dibawah Petindo Group




1. Bank BNI Cabang Kebayoran Baru menerima 156 buah L/C dengan Issuing Bank :
Rosbank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall Street Banking Corp, dan
Middle East Bank Kenya Ltd. Oleh karena BNI belum mempunyai hubungan
koresponden langsung dengan sebagian bank tersebut di atas, mereka memakai bank
mediator yaitu American Express Bank dan Standard Chartered Bank.
2. Beneficiary mengajukan permohonan diskonto wesel ekspor berjangka (kredit
ekspor) atas L/C-L/C tersebut di atas kepada BNI dan disetujui oleh pihak BNI.
Gramarindo Group menerima Rp 1,6 trilyun dan Petindo Group menerima Rp 105
milyar.
3. Setelah beberapa tagihan tersebut jatuh tempo, Opening Bank tidak bisa
membayar kepada BNI dan nasabahpun tidak bisa mengembalikan hasil ekspor yang
sudah dicairkan sebelumnya.
4. Setelah diusut pihak kepolisian, ternyata kegiatan ekspor tersebut tidak
pernah terjadi.
5. Gramarindo Group telah mengembalikan sebesar Rp 542 milyar, sisanya (Rp 1.2
trilyun) merupakan potensi kerugian BNI.
Dalam menanggapi kasus ini manajemen Bank BNI
mengatakan bahwa tidak ada ekspor fiktif dan belum ada kerugian, tetapi yang
ada hanya potensi kerugian (potential losses). Pertanyaannya adalah apakah
mungkin kerugian sebesar itu terjadi tanpa ekspor fiktif ? Minimnya informasi
mengenai sistem pembayaran perdagangan internasional melalui letter of credit
(L/C) menimbulkan semakin banyaknya pertanyaan mengenai kasus pembobolan Bank
BNI.

Sistem dan prosedur pengamanan transaksi L/C, khususnya di bank-bank BUMN,
termasuk Bank BNI, cukup baik karena telah dibangun dan disempurnakan selama
bertahun tahun, antara lain berdasarkan pengalaman pengalaman pahit masa
lampau.
Akan tetapi, sistem pengamanan yang baik saja tidak cukup. Masih diperlukan sikap dari para petugasnya. Sekalipun sistem pengamanan sudah demikian baik, tetapi apabila para petugas bank sengaja melanggar sistem dan prosedur dengan tujuan yang tidak baik, bank akan kebobolan juga. Bank selalu dihadapkan pada pilihan dilematis antara pengamanan dan pelayanan kepada nasabah. Pengamanan yang terlalu ketat akan menghasilkan pelayanan yang mengecewakan nasabah. Sebaliknya, pelayanan yang dirasakan sangat memuaskan nasabah akan mengorbankan sistem pengamanan. Menghadapi dilema ini, bank harus bijak dan mampu membangun prosedur kerja yang tetap dapat menjamin keamanan, namun pelayanan bank memuaskan bagi nasabah.
Akan tetapi, sistem pengamanan yang baik saja tidak cukup. Masih diperlukan sikap dari para petugasnya. Sekalipun sistem pengamanan sudah demikian baik, tetapi apabila para petugas bank sengaja melanggar sistem dan prosedur dengan tujuan yang tidak baik, bank akan kebobolan juga. Bank selalu dihadapkan pada pilihan dilematis antara pengamanan dan pelayanan kepada nasabah. Pengamanan yang terlalu ketat akan menghasilkan pelayanan yang mengecewakan nasabah. Sebaliknya, pelayanan yang dirasakan sangat memuaskan nasabah akan mengorbankan sistem pengamanan. Menghadapi dilema ini, bank harus bijak dan mampu membangun prosedur kerja yang tetap dapat menjamin keamanan, namun pelayanan bank memuaskan bagi nasabah.
Dari penelitian, ternyata transaksi dalam kasus Bank BNI ini merupakan
transaksi bermasalah dengan indikasi transaksi tersebut dilakukan tanpa
mengikuti ketentuan intern Bank BNI. Transaksi L/C kedua grup usaha yang
menjadi beneficiary telah dinegosiasikan oleh Bank BNI Kebayoran Baru dengan
diskonto tanpa didahului adanya akseptasi dari bank penerbit. Di samping itu,
dokumen dokumen L/C mengandung penyimpangan dan negosiasi L/C dilakukan tanpa
kelengkapan dokumen.
Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan oleh kantor besar Bank BNI,
para eksportir, yaitu perusahaan perusahaan yang termasuk Gramarindo Group dan
Petindo Group ternyata telah melakukan ekspor fiktif.
Hal ini terungkap antara lain dari hasil verifikasi kepada Pejabat Bea
Cukai cabang Belitung menyangkut Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) Gramarindo
Group, Pejabat Bea Cukai cabang Belitung menyatakan bahwa PEB tersebut palsu.
Sementara itu pula, penyelesaian pembayaran hasil transaksi ekspor
(proceed) dari beberapa slip L/C tersebut yang telah dinegosiasikan dilakukan
bukan oleh bank pembuka L/C (issuing bank), melainkan dilakukan oleh para
eksportir sendiri dengan cara melakukan penyetoran atau melalui pendebetan rekening
para eksportir tersebut.
Sebagaimana diketahui, atas laporan kantor besar Bank BNI pada tanggal 30
September 2003, pihak kepolisian telah menahan pegawai Bank BNI Kebayoran Baru
yang terlibat, yaitu Koesadiyuwono (mantan pemimpin cabang Bank BNI Kebayoran
Baru) dan Edi Santoso (mantan Customer Service Manager Luar Negeri cabang Bank
BNI Kebayoran Baru).
Referensi :
http://sefianoarni.blogspot.co.id/2011/11/ethical-governance.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar