BAB 6
ETIKA DALAM
AUDITING
1.
Kepercayaan Publik
Kepercayaan masyarakat
umum sebagai pengguna jasa audit atas independen sangat penting bagi
perkembangan profesi akuntan publik. Kepercayaan masyarakat akan
menurun jika terdapat bukti bahwa independensi auditor ternyata
berkurang, bahkan kepercayaan masyarakat juga bisa menurun disebabkan
oleh keadaan mereka yang berpikiran sehat (reasonable) dianggap dapat
mempengaruhi sikap independensi tersebut. Untuk menjadi independen, auditor
harus secara intelektual jujur, bebas dari setiap
kewajiban terhadap kliennya dan tidak mempunyai suatu kepentingan
dengan kliennya baik merupakan manajemen perusahaan atau pemilik perusahaan.
Kompetensi dan independensi yang dimiliki oleh auditor dalam
penerapannya akan terkait dengan etika. Akuntan mempunyai kewajiban untuk
menjaga standar perilaku etis tertinggi mereka kepada organisasi dimana mereka
bernaung, profesi mereka, masyarakat dan diri mereka sendiri dimana akuntan
mempunyai tanggung jawab menjadi kompeten dan untuk menjaga integritas dan
obyektivitas mereka.
2.
Tanggung Jawab Auditor Kepada Publik
Profesi
akuntan di dalam masyarakat memiliki peranan yang sangat penting dalam
memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib dengan menilai kewajaran
dari laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan. Ketergantungan
antara akuntan dengan publik menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap
kepentingan publik. Dalam kode etik diungkapkan, akuntan tidak hanya memiliki
tanggung jawab terhadap klien yang membayarnya saja, akan tetapi memiliki
tanggung jawab juga terhadap publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai
kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani secara keseluruhan. Publik
akan mengharapkan akuntan untuk memenuhi tanggung jawabnya dengan integritas,
obyektifitas, keseksamaan profesionalisme, dan kepentingan untuk melayani
publik. Para akuntan diharapkan memberikan jasa yang berkualitas, mengenakan
jasa imbalan yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa dengan tingkat
profesionalisme yang tinggi. Atas kepercayaan publik yang diberikan inilah
seorang akuntan harus secara terus-menerus menunjukkan dedikasinya untuk
mencapai profesionalisme yang tinggi.
Justice
Buger mengungkapkan bahwa akuntan publik yang independen dalam memberikan
laporan penilaian mengenai laporan keuangan perusahaan memandang bahwa tanggung
jawab kepada publik itu melampaui hubungan antara auditor dengan kliennya.
Akuntan publik yang independen memiliki fungsi yang berbeda, tidak hanya patuh
terhadap para kreditur dan pemegang saham saja, akan tetapi berfungsi
sebagai ”a public watchdog function”. Dalam menjalankan fungsi tersebut
seorang akuntan harus mempertahankan independensinya secara keseluruhan di
setiap waktu dan memenuhi kesetiaan terhadap kepentingan publik. Hal ini
membuat konflik kepentingan antara klien dan publik mengenai konfil loyalitas
auditor.
Hal
serupa juga diungkapan oleh Baker dan Hayes, bahwa seorang
akuntan publik diharapkan memberikan pelayanan yang profesional dengan cara
yang berbeda untuk mendapatkan keuntungan dari contractual arragment antara
akuntan publik dan klien.
Ketika
auditor menerima penugasan audit terhadap sebuah perusahaan, hal ini membuat
konsequensi terhadap auditor untuk bertanggung jawab kepada publik. Penugasan
untuk melaporkan kepada publik mengenai kewajaran dalam gambaran laporan
keuangan dan pengoperasian perusahaan untuk waktu tertentu memberikan
”fiduciary responsibility” kepada auditor untuk melindungi kepentingan
publik dan sikap independen dari klien yang digunakan sebagai dasar dalam
menjaga kepercayaan dari publik.
3.
Tanggung
Jawab Dasar Auditor
The
Auditing Practice Committee, yang merupakan cikal bakal dari Auditing
Practices Board, ditahun 1980, memberikan ringkasan (summary) mengenai tanggung
jawab auditor:
·
Perencanaan, Pengendalian dan
Pencatatan. Auditor perlu merencanakan, mengendalikan dan mencatat pekerjannya.
·
Sistem Akuntansi. Auditor harus
mengetahui dengan pasti sistem pencatatan dan pemrosesan transaksi dan menilai
kecukupannya sebagai dasar penyusunan laporan keuangan.
·
Bukti Audit. Auditor akan memperoleh
bukti audit yang relevan dan reliable untuk memberikan kesimpulan rasional.
·
Pengendalian Intern. Bila auditor
berharap untuk menempatkan kepercayaan pada pengendalian internal, hendaknya
memastikan dan mengevaluasi pengendalian itu dan melakukan compliance test.
·
Meninjau Ulang Laporan Keuangan yang
Relevan. Auditor melaksanakan tinjau ulang laporan keuangan yang relevan
seperlunya, dalam hubungannya dengan kesimpulan yang diambil berdasarkan bukti
audit lain yang didapat, dan untuk memberi dasar rasional atas pendapat
mengenai laporan keuangan.
4.
Independensi
auditor
Independensi
merupakan dasar dari profesi auditing. Hal itu berarti auditor akan bersifat
netralterhadap entitas, dan oleh karena itu akan bersifat objektif. Publik
dapat mempercayai fungsi auditkarena auditor bersikap tidak memihak serta
mengakui adanya kewajiban untuk bersiikap adil. Entitasadalah klien auditor,
namun CPA memiliki tanggung jawab yang lebih besar kepada para penggunalaporan auditor
yang jelas telah diketahui. Auditor tidak boleh memposisikan diri atau
pertimbangannyadi bawah kelompok apapun dan siapapun. Independensi, integritas
dan objektivitas auditor mendorongpihak ketiga untuk menggunakan laporan
keuangan yang tercakup dalam laporan auditor dengan rasa yakin dan percaya
sepenuhnya.
5.
Peraturan
Pasar Modal dan Regulator mengenai independensi akuntan publik
Pada
tanggal 28 Pebruari 2011, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(Bapepam dan LK) telah menerbitkan peraturan yang mengatur mengenai
independensi akuntan yang memberikan jasa di pasar modal, yaitu dengan
berdasarkan Peraturan Nomor VIII.A.2 lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK
Nomor : Kep-86/BL/2011 tentang Independensi Akuntan Yang Memberikan Jasa di
Pasar Modal.
Seperti yang disiarkan dalam Press Release Bapepam LK pada tanggal 28 Pebruari 2011, Peraturan Nomor VIII.A.2 tersebut merupakan penyempurnaan atas peraturan yang telah ada sebelumnya dan bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi Kantor Akuntan Publik atau Akuntan Publik dalam memberikan jasa profesional sesuai bidang tugasnya. Berikut adalah keputusannya :
Seperti yang disiarkan dalam Press Release Bapepam LK pada tanggal 28 Pebruari 2011, Peraturan Nomor VIII.A.2 tersebut merupakan penyempurnaan atas peraturan yang telah ada sebelumnya dan bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi Kantor Akuntan Publik atau Akuntan Publik dalam memberikan jasa profesional sesuai bidang tugasnya. Berikut adalah keputusannya :
KEPUTUSAN
KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR: KEP- 20 /PM/2002 TENTANG INDEPENDENSI AKUNTAN YANG
MEMBERIKAN JASA AUDIT DI PASAR MODAL
Pasal
1
Ketentuan mengenai Independensi Akuntan yang
Memberikan Jasa Audit di Pasar Modal, diatur dalam
PERATURAN NOMOR VIII.A.2 : INDEPENDENSI AKUNTAN YANG
MEMBERIKA JASA AUDIT DI PASAR MODAL:
1.
Definisi dari istilah-istilah pada peraturan ini adalah :
a.
Periode Audit dan Periode Penugasan Profesional :
1)
Periode Audit adalah periode yang mencakup periode laporan keuangan yang
diaudit atau yang direview; dan
2)
Periode Penugasan Profesional adalah periode penugasan untuk mengaudit atau
mereview laporan keuangan klien atau untuk menyiapkan laporan kepada Bapepam.
b.
Anggota Keluarga Dekat adalah istri atau suami, orang tua, anak, baik didalam
maupun diluar tanggungan, dan saudara kandung.
c.
Fee Kontinjen adalah fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa profesional
yang hanya akan dibebankan apabila ada temuan atau hasil tertentu dimana jumlah
fee tergantung pada temuan atau hasil tertentu tersebut. Fee dianggap tidak
kontinjen jika ditetapkan oleh pengadilan atau badan pengatur atau dalam hal
perpajakan, jika dasar penetapan adalah hasil penyelesaian hukum atau temuan
badan pengatur.
d.
Orang Dalam Kantor Akuntan Publik adalah:
1)
Orang yang termasuk dalam Tim Penugasan Audit yaitu sema rekan, pimpinan, dan
karyawan profesional yang berpartisipasi dalam audit, review, atau penugasan
atestasi dari klien, termasuk mereka yang melakukan penelaahan lanjutan atau
yang bertindak sebagai rekan ke dua selama Periode Audit atau penugasan
atestasi tentang isu-isu teknis atau industri khusus, transaksi, atau kejadian penting;
2)
Orang yang termasuk dalam rantai pelaksana/perintah yaitu semua orang yang:
a)
mengawasi atau mempunyai tanggung jawab manajemen secara langsung terhadap
audit;
b)
mengevaluasi kinerja atau merekomendasikan kompensasi bagi rekan dalam
penugasan audit; atau
c)
menyediakan pengendalian mutu atau pengawasan lain atas audit; atau
3)
Setiap rekan lainnya, pimpinan, atau karyawan profesional lainnya dari Kantor
Akuntan Publik yang telah memberikan jasa-jasa non audit kepada
klien.
e.
Karyawan Kunci yaitu orang-orang yang mempunyai wewenang dan tanggung
jawabuntuk merencanakan, memimpin, dan mengendalikan kegiatan perusahaan
pelapor yang meliputi anggota Komisaris, anggota Direksi, dan manajer dari
perusahaan.
2.
Jangka waktu Periode Penugasan Profesional:
a.
Periode Penugasan Profesional dimulai sejak dimulainya pekerjaan lapangan atau
penandatanganan penugasan, mana yang lebih dahulu.
b.
Periode Penugasan Profesional berakhir pada saat tanggal
laporan Akuntan atau pemberitahuan secara tertulis oleh Akuntan atau
klien kepada Bapepam bahwa penugasa telah selesai, mana yang lebih dahulu.
3.
Dalam memberikan jasa profesional, khususnya dalam memberikan opini atau
penilaian, Akuntan wajib senantiasa mempertahankan sikap
independen. Akuntan tidak independen apabila selama Periode Audit dan
selama Periode Penugasan Profesionalnya, baik Akuntan,
Kantor Akuntan Publik, maupun Orang Dalam
Kantor Akuntan Publik :
a.
mempunyai kepentingan keuangan langsung atau tidak langsung yang material pada
klien, seperti :
1)
investasi pada klien; atau
2)
kepentingan keuangan lain pada klien yang dapat menimbulkan bentura
kepentingan.
b.
mempunyai hubungan pekerjaan dengan klien, seperti :
1)
merangkap sebagai Karyawan Kunci pada klien;
2)
memiliki Anggota Keluarga Dekat yang bekerja pada klien sebagai Karyawan Kunci
dalam bidang akuntansi dan keuangan;
3)
mempunyai mantan rekan atau karyawan profesional dari
Kantor Akuntan Publik yang bekerja pada klien sebagai Karyawan Kunci
dalam bidang akuntansi dan keuangan, kecuali setelah lebih dari 1 (satu) tahun
tidak bekerja lagi pada Kantor Akuntan Publik yang bersangkutan; atau
4)
mempunyai rekan atau karyawan profesional dari
Kantor Akuntan Publik yang sebelumnya pernah bekerja pada klien
sebagai Karyawan Kunci dalam bidang akuntansi dan keuangan, kecuali yang
bersangkutan tidak ikut melaksanakan audit terhadap klien tersebut dalam
Periode Audit.
c.
mempunyai hubungan usaha secara langsung atau tidak langsung yang material
dengan klien, atau dengan karyawan kunci yang bekerja pada klien, atau dengan
pemegang saham utama klien. Hubungan usaha dalam butir ini tidak termasuk
hubungan usaha dalam hal Akuntan, Kantor Akuntan Publik, atau
Orang Dalam Kantor Akuntan Publik memberikan jasa audit atau non
audit kepada klien, atau merupakan konsumen dari produk barang atau jasa klien
dalam rangka menunjang kegiatan rutin.
d.
memberikan jasa-jasa non audit kepada klien seperti :
1)
pembukuan atau jasa lain yang berhubungan dengan catatan akuntansi klien;
2)
atau laporan keuangan;
3)
desain sistim informasi keuangan dan implementasi;
4)
penilaian atau opini kewajaran (fairness opinion);
5)
aktuaria;
6)
audit internal;
7)
konsultasi manajemen;
8)
konsultasi sumber daya manusia;
9)
konsultasi perpajakan;
10)
Penasihat Investasi dan keuangan; atau
11)
jasa-jasa lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan
e.
memberikan jasa atau produk kepada klien dengan dasar Fee Kontinjen atau
komisi, atau menerima Fee Kontinjen atau komisi dari klien.
4.
Sistim Pengendalian Mutu
Kantor Akuntan Publik wajib
mempunyai sistem pengendalian mutu dengan tingkat keyakinan yang memadai bahwa
Kantor Akuntan Publik atau karyawannya dapat menjaga sikap
independen dengan mempertimbangkan ukuran dan sifat praktik dari
Kantor Akuntan Publik tersebut.
5.
Pembatasan Penugasan Audit
a.
Pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan klien hanya dapat dilakukan
oleh Kantor Akuntan Publik paling lama untuk 5 (lima) tahun buku
berturut-turut dan oleh seorang Akuntan paling lama untuk 3 (tiga)
tahun buku berturut-turut.
b.
Kantor Akuntan Publik dan Akuntan dapat menerima
penugasan audit kembali untuk klien tersebut setelah 3 (tiga) tahun buku secara
berturut-turut tidak mengaudit klien tersebut.
c.
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b di atas tidak berlaku
bagi laporan keuangan interim yang diaudit untuk kepentingan Penawaran Umum.
6.
Ketentuan Peralihan
a.
Kantor Akuntan Publik yang telah memberikan jasa audit umum
untuk 5 (lima) tahun buku berturut-turut atau lebih dan masih mempunyai
perikatan audit umum untuk tahun buku berikutnya atas laporan keuangan klien,
pada saat berlakunya peraturan ini hanya dapat melaksanakan perikatan
dimaksud untuk 1 (satu) tahun buku berikutnya.
b. Akuntan yang
telah memberikan jasa audit umum untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut atau
lebih dan masih mempunyai perikatan audit umum untuk tahun buku berikutnya atas
laporan keuangan klien, pada saat berlakunya peraturan ini hanya
dapat melaksanakan perikatan dimaksud untuk 1 (satu) tahun buku berikutnya.
7.
Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana di bidang Pasar Modal,
Bapepam berwenang mengenakan sanksi terhadap setiap pelanggaran
ketentuan peraturan ini, termasuk Pihak yang menyebabkan terjadinya
pelanggaran tersebut.
6. Contoh
Kasus Etika Dalam Auditing
Kepala Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Tapung Raya,
Masril (40) ditahan polisi. Ia terbukti melakukan transfer uang Rp1,6 miliar
dan merekayasa dokumen laporan keuangan. Perbuatan tersangka diketahui oleh tim
penilik/pemeriksa dan pengawas dari BRI Cabang Bangkinang pada hari Rabu 23
Februari 2011 Tommy saat melakukan pemeriksaan di BRI Unit Tapung. Tim ini
menemukan kejanggalan dari hasil pemeriksaan antara jumlah saldo neraca dengan
kas tidak seimbang. Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan cermat,
diketahu iadanya transaksi gantung yaitu adanya pembukuan setoran kas Rp 1,6
miliar yang berasal BRIUnit Pasir Pengaraian II ke BRI Unit Tapung pada tanggal
14 Februari 2011 yang dilakukanMasril, namun tidak disertai dengan pengiriman
fisik uangnya.Kapolres Kampar AKBP MZ Muttaqien yang dikonfirmasi mengatakan,
Kepala BRI Tapung Raya ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di sel Mapolres
Kampar karenamentransfer uang Rp1,6 miliar dan merekayasa laporan
pembukuan.Kasus ini dilaporkan oleh Sudarman (Kepala BRI Cabang Bangkinang dan
Rustian
Martha pegawai BRI Cabang Bangkinang. “Masril telah
melakukan tindak pidana membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam
pembukuan atau laporan maupun dalam dokumen laporan kegiatan usaha, laporan
transaksi atau rekening Bank (TP Perbankan). Tersangka dijerat pasal yang
disangkakan yakni pasal 49 ayat (1) UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan
atasUU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan dangan ancaman hukuman 10 tahun,”
kata Kapolres.
Polres Kampar telah melakukan penyitaan
sejumlah barang bukti dokumen BRI serta melakukan koordinasi dengan instansi
terkait, memeriksa dan menahan tersangka dan 6 orang saksi telah diperiksa dan
meminta keterangan ahli.
PENYELESAIAN MASALAH
Skills
Kemampuan yang diberikan harus sesuai dengan bidang kerja yang ia
lakukan.Kemudian kemampuan tersebut dikembangkan lebih lanjut untuk
meningkatkankontribusi karyawan pada perusahaan. Perusahaan melakukan pelatihan
pendidikan secara periodik kepada karyawan sesuai dengan perkembangan teknologi
yang berkembang.
Pembinaan
ini sangatlah penting karena setiap karyawan memiliki kepribadian yang berbeda
jadi attitude ini harus ditekankan kepada karyawan. Dalam hal ini
karyawandiharapkan dapat memiliki kepribadian yang baik sehingga dapat
memperkecil resikoterjadinya penyimpangan dari karyawan itu sendiri.
Prosedur Otoritas Yang Wajar :
Ø Harus ada batas transaksi untuk masing-masing teller
dan head teller.
Ø Penyimpanan uang dalam khasanah harus menggunakan
pengawasan ganda.
Ø Teller secara pribadi tidak diperkenankan menerima
kuasa dalam bentuk apapundari nasabah untuk melaksanakan transaksi atas nasabah
tersebut.
Ø Teller secara pribadi dilarang menerima titipan
barang atau dokumen pentingmilik nasabah.
Dokumen dan catatan yang cukup :



Kontrol fisik atas uang tunai dan catatan :






Pemeriksaan yang dilakukan oleh unit yang independen
:





Kasus KAP Andersen dan Enron terungkap saat Enron
mendaftarkan kebangkrutannya ke pengadilan pada tanggal 2 Desember 2001. Saat
itu terungkap, terdapat hutang perusahaan yang tidak dilaporkan, yang
menyebabkan nilai investasi dan laba yang ditahan berkurang dalam jumlah yang
sama. Sebelum kebangkrutan Enron terungkap, KAP Andersen mempertahankan Enron
sebagai klien perusahaan, dengan memanipulasi laporan keuangan dan penghancuran
dokumen atas kebangkrutan Enron, dimana sebelumnya Enron menyatakan bahwa pada
periode pelaporan keuangan yang bersangkutan tersebut, perusahaan mendapatkan
laba bersih sebesar $ 393, padahal pada periode tersebut perusahaan mengalami
kerugian sebesar $ 644 juta yang disebabkan oleh transaksi yang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh Enron.
Komentar :
Contoh kasus yang terjadi pada KAP Andersen dan
Enron adalah sebuah pelanggaran etika profesi akuntansi dan prinsip etika
profesi, yaitu berupa pelanggaran tanggung jawab –yang salah satunya adalah
memelihara kepercayaan masyarakat terhadap jasa profesional seorang akuntan.
Pelanggaran prinsip kedua yaitu kepentingan publik,pada kasus KAP Andersen dan
Enron tersebut kurang dipegang teguhnya kepercayaan masyarakat, dan tanggung
jawab yang tidak semata-mata hanya untuk kepentingan kliennya tetapi juga
menitikberatkan pada kepentingan public. Jadi seharusnya KAP Andersen dalam
melakukan tugasnya sebagai akuntan harus melakukan tindakan berdasarkan etika
profesi akuntansi dan prinsip etika profesi.

Beberapa
kasus yang hampir serupa juga terjadi di Indonesia, salah satunya adalah
laporan keuangan ganda Bank Lippo pada tahun 2002. Kasus Lippo bermula dari
adanya tiga versi laporan keuangan yang ditemukan oleh Bapepam untuk periode 30
September 2002, yang masing-masing berbeda. Laporan yang berbeda itu, pertama,
yang diberikan kepada publik atau diiklankan melalui media massa pada 28
November 2002. Kedua, laporan ke BEJ pada 27 Desember 2002, dan ketiga, laporan
yang disampaikan akuntan publik, dalam hal ini kantor akuntan public Prasetio,
Sarwoko dan Sandjaja dengan auditor Ruchjat Kosasih dan disampaikan kepada
manajemen Bank Lippo pada 6 Januari 2003. Dari ketiga versi laporan keuangan
tersebut yang benar-benar telah diaudit dan mencantumkan ”opini wajar tanpa
pengecualian” adalah laporan yang disampaikan pada 6 Januari 2003. Dimana dalam
laporan itu disampaikan adanya penurunan AYDA (agunan yang diambil alih) sebesar
Rp 1,42 triliun, total aktiva Rp 22,8 triliun, rugi bersih sebesar Rp 1,273
triliun dan CAR sebesar 4,23 %. Untuk laporan keuangan yang diiklankan pada 28
November 2002 ternyata terdapat kelalaian manajemen dengan mencantumkan kata
audit. Padahal laporan tersebut belum diaudit, dimana angka yang tercatat pada
saat diiklankan adalah AYDA sebesar Rp2,933 triliun, aktiva sebesar Rp 24,185
triliun, laba bersih tercatat Rp 98,77 miliar, dan CAR 24,77 %. Karena itu
BAPEPAM menjatuhkan sanksi denda kepada jajaran direksi PT Bank Lippo Tbk.
sebesar Rp 2,5 miliar, karena pencantuman kata ”diaudit” dan ”opini wajar tanpa
pengecualian” di laporan keuangan 30
September 2002 yang dipublikasikan pada 28 Nopember 2002, dan juga menjatuhkan
sanksi denda sebesar Rp 3,5 juta kepada Ruchjat Kosasih selaku partner kantor
akuntan publik (KAP) Prasetio, Sarwoko & Sandjaja karena keterlambatan
penyampaian informasi penting mengenai penurunan AYDA Bank Lippo selama 35
hari. Kasus-kasus skandal diatas menyebabkan profesi akuntan beberapa tahun
terakhir telah mengalami krisis kepercayaan. Hal itu mempertegas perlunya
kepekaan profesi akuntan terhadap etika. Jones,et al. (2003) lebih memilih
pendekatan individu terhadap kepedulian etika yang berbeda dengan pendekatan
aturan seperti yang berdasarkan pada Sarbanes Oxley Act. Mastracchio (2005)
menekankan bahwa kepedulian terhadap etika harus diawali dari kurikulum
akuntansi, jauh sebelum mahasiswa akuntansi masuk di dunia profesi akuntansi.

Dari kedua
kasus di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa dalam profesi akuntan terdapat
masalah yang cukup pelik di mana di satu sisi para akuntan harus menunjukkan
independensinya sebagai auditor dengan menyampaikan hasil audit ke masyarakat
secara obyektif, tetapi di sisi lain mereka dipekerjakan dan dibayar oleh
perusahaan yang tentunya memiliki kepentingan tersendiri.
REFERENSI
:
(Nugrahiningsih,
2005 dalam Alim dkk 2007).
http://nadhiafadhilah.blogspot.co.id/2015/11/tugas-6-etika-dalam-auditing.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar