NAMA : FARAH AZHARIANA
NPM : 22212757
KELAS : 2EB20
BAB IV
HUKUM PERIKATAN
1. PENGERTIAN
HUKUM PERIKATAN
Hukum
perikatan adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara
dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain
berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan
suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum
lain yang menimbulkan perikatan.
Dari rumusan ini
dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan
(law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law),
dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi (pers
onal law).
Menurut ilmu
pengetahuan Hukum Perdata, pengertian perikatan adalah suatu hubungan dalam
lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu
berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Beberapa sarjana
juga telah memberikan pengertian mengenai perikatan.
Pitlo memberikan
pengertian perikatan yaitu suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan
antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur)
dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi.
Di dalam
perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu.
Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan
yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan
perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak
melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian.
Contohnya;
perjanjian untuk tidak mendirikan bangunan yang sangat tinggi sehingga menutupi
sinar matahari atau sebuah perjanjian agar memotong rambut tidak sampai botak.
syarat sahnya
perikatan yaitu;
·
Obyeknya harus tertentu.
Syarat ini
diperlukan hanya terhap perikatan yang timbul dari perjanjian.
·
Obyeknya harus diperbolehkan.
Artinya tidak
bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum.
·
Obyeknya dapat dinilai dengan
uang.
Sebagaimana yang
telah dijelaskan dalam pengertian perikatan.
·
Obyeknya harus mungkin.
Yaitu yang
mungkin sanggup dilaksanakan dan bukan sesuatu yang mustahil.
Berikut ini merupakan definisi hukum perikatan menurut para ahli :
1.
Hukum perikatan
menurut Pitlo
“suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan
antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu memiliki hak
(kreditur) dan pihak yang lain memiliki kewajiban (debitur) atas suatu
prestasi”.
2.
Hukum perikatan
menurut Hofmann
“suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas
subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang
daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu
terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu".
3.
Hukum perikatan
menurut Subekti
"Suatu hubungan hukum antara 2 pihak, yang mana
pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lainnya yang
berkewajiban memenuhi tuntutan itu".
4.
Vollmar
Ditinjau dari isinya, ternyata bahwa perikatan itu ada
selama seseorang itu (debitur) harus melakukan suatu prestasi yang mungkin
dapat dipaksakan terhadap (kreditur), kalau perlu dengan bantuan hakim.
2. DASAR HUKUM PERIKATAN
1)
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP
perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
1. Perikatan yang
timbul dari persetujuan (perjanjian).
2. Perikatan yang
timbul undang-undang.
2) Perikatan
yang timbul dari undang-undang dapat dibagi menjadi dua, yaitu
a. Perikatan
terjadi karena undang-undang semata
b. Perikatan
terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia :
·
menurut
hukum terjadi karena perbuatan yang diperbolehkan (sah atau tidak
melanggar hukum)
·
bertentangan
denan hukum (tidak sah atau melanggar hukum)
3) Perikatan
terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige
daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).
Sumber perikatan berdasarkan Undang-undang, yaitu :
1.
Perikatan (
Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan lahir karena persutujuan atau karena
undang-undang. perikatan ditunjukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat
sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
2.
Persetujuan (
Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu
orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
3.
Undang-undang (
Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul
dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai perbuatan orang
3. ASAS-ASAS
HUKUM PERIKATAN :
Asas-asas dalam hukum
perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan
berkontrak dan azas konsensualisme.
·
- Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan
berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa
segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang
membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
·
- Asas konsensualisme
Asas konsensualisme,
artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara
para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.
Dengan demikian, azas
konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata. Untuk sahnya
suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah
1. Kata Sepakat
antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri
Kata sepakat antara para
pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang mengadakan perjanjian harus
saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok dari perjanjian yang akan
diadakan tersebut.
2. Cakap untuk
Membuat Suatu Perjanjian
Cakap untuk membuat
suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu
telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.
3. Mengenai Suatu
Hal Tertentu
Mengenai suatu hal
tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis,
jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban
tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para
pihak.
4. Suatu sebab
yang Halal
Suatu sebab yang halal,
artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan
oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum.
4. WANPRESTASI
DAN AKIBAT-AKIBATNYA
Suatu perjanjian,
merupakan suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain, atau di
mana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu. Menilik macamnya hal
yang dijanjikan untuk dilaksanakan, perjanjian-perjanjian itu dibagi dalam tiga
macam, yaitu :
1) perjanjian
untuk memberikan/menyerahkan suatu barang, misalnya jual beli, tukar menukar,
penghibahan (pemberian), sewa menyewa, pinjam pakai.
2) perjanjian
untuk berbuat sesuatu, misalnya perjanjian untuk membuat suatu lukisan,
perjanjian perburuhan.
3 Perjanjian
untuk tidak berbuat sesuatu, misalnya perjanjian untuk tidak mendirikan suatu
perusahaan yang sejenis dengan kepunyaan seorang lain.
Apabila si berutang
(debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikannya, maka dikatakan ia melakukan
“wanprestasi”. Wanprestasi seorang debitur dapat berupa empat macam :
1)
tidak melakukan apa yang disanggupi akan
dilakukannya;
2)
melaksankan apa yang dijanjikannya,
tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;
3)
melakukan apa yang dijanjikannya tetapi
terlambat;
4)
melakukan sesuatu yang menurut
perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Mengenai perjanjian
untuk menyerahkan suatu barang atau untuk melakukan suatu perbuatan, jika dalam
perjanjian tidak ditetapkan batas waktunya tetapi si berutang akan dianggap
lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan, pelaksanaan prestasi itu harus
lebih dahulu ditagih. Apabila prestasi tidak seketika dapat dilakukan, maka si
berutang perlu diberikan waktu yang pantas.
Sanksi yang dapat
dikenakan atas debitur yang lalai atau alpa ada empat macam, yaitu:
1. membayar
kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan singkat dinamakan
ganti-rugi;
2. pembatalan
perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian;
3. peralihan
resiko;
4. membayar
biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim.
1. Membayar
Kerugian
Ganti rugi sering
dirinci dalam tiga unsur: biaya, rugi dan bunga.
1.1 Biaya
adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan
oleh satu pihak.
Contoh nya jika seorang sutradara
mengadakan suatu perjanjian dengan pemain sandiwara untuk mengadakan suatu
pertunjukan dan pemain tersebut tidak datang sehingga pertunjukan terpaksa
dibatalkan, maka yang termasuk biaya adalah ongkos cetak iklan, sewa gedung,
sewa kursi dan lain-lain.
1.2 Rugi
adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang
diakibatkan oleh kelalaian si debitur.
Misalnya rumah yang baru diserahkan oleh
pemborong ambruk karena salah konstruksinya, hingga merusak perabot
rumah.
1.3 Bunga
adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau
dihitung oleh kreditur.
Misalnya, dalam hal jual beli barang, jika barang
tersebut sudah mendapat tawaran yang lebih tinggi dari harga
pembeliannya.
Code
Civil memperinci ganti rugi itu dalam dua unsur, yaitu dommages et
interests. Dommages meliputi biaya dan rugi seperti dimaksudkan di atas, sedangkan interest adalah
sama dengan bunga dalam arti kehilangan keuntungan. Dalam soal penuntutan
ganti rugi, oleh undang-undang diberikan ketentuan-ketentuan yang merupakan
pembatasan dari apa yang boleh dituntut sebagai ganti rugi.
1)
Pasal 1247 KUHPer menentukan :
“Si berutang hanya
diwajibkan mengganti biaya rugi dan bunga yang nyata telah atau sedianya harus
dapat diduga sewaktu perjanjian dilahirkan, kecuali jika hal tidak dipenuhinya
perjanjian itu disebabkan karena sesuatu tipu daya yang dilakukan
olehnya”.
2)
Pasal 1248 KUHPer menentukan :
“Bahkan jika hal tidak
dipenuhinya perjanjian itu disebabkan karena tipu daya si berutang, penggantian
biaya, rugi dan bunga, sekedar mengenai kerugian yang diderita oleh si
berpiutang dan keuntungan yang terhilang baginya, hanyalah terdiri atas apa
yang merupakan akibat langsung dari tak dipenuhinya perjanjian”.
Suatu pembatasan lagi
dalam pembayaran ganti rugi terdapat dalam peraturan mengenai
bunga moratoir. Apabila prestasi itu berupa pembayaran sejumlah uang, maka
kerugian yang diderita oleh kreditur kalau pembayaran itu terlambat, adalah
berupa interest, rente atau bunga.
Perkataan “moratoir”
berasal dari kata Latin “mora” yang berarti kealpaan atau kelalaian. Jadi bunga
moratoir berarti bunga yang harus dibayar (sebagai hukuman) karena debitur itu
alpa atau lalai membayar utangnya, ditetapkan sebesar 6 prosen setahun. Juga
bunga tersebut baru dihitung sejak dituntutnya ke pengadilan, jadi sejak
dimasukkannya surat gugatan.
2. Pembatalan
Perjanjian
Pembatalan perjanjian,
bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian
diadakan. Dikatakan bahwa pembatalan itu berlaku surut sampai pada detik
dilahirkannya perjanjian. Kalau suatu pihak sudah menerima sesuatu dari pihak
yang lain, baik uang maupun barang, maka itu harus dikembalikan. Pokoknya, perjanjian
itu ditiadakan.
Pembatalan perjanjian
karena kelalaian debitur diatur dalam pasal 1266 KUHPer yang mengatur mengenai
perikatan bersyarat, yang berbunyi:
“Syarat batal dianggap
selamanya dicantumkan dalam perjanjian-perjanjian yang timbal balik, manakala
salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dalam hal demikian perjanjian
tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada hakim. Permintaan
ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya
kewajiban itu dinyatakan dalam perjanjian.
Jika syarat batal tidak
dinyatakan dalam perjanjian, hakim leluasa menurut keadaan atas permintaan si
tergugat, untuk memberikan suatu jangka waktu guna kesempatan memenuhi
kewajibannya, jangka waktu mana tidak boleh lebih dari satu bulan”.
Pembatalan perjanjian
itu harus dimintakan kepada hakim, bukan batal secara otomatis walaupun debitur
nyata-nyata melalaikan kewajibannya. Putusan hakim itu tidak
bersifat declaratoir tetapi constitutif, secara aktif
membatalkan perjanjian itu. Putusan hakim tidak berbunyi “Menyatakan batalnya
perjanjian antara penggugat dan tergugat” melainkan, “Membatalkan
perjanjian”.
Hakim harus mempunyai
kekuasaan discretionair, artinya :
kekuasaan untuk menilai
besar kecilnya kelalaian debitur dibandingkan dengan beratnya akibat pembatalan
perjanjian yang mungkin menimpa si debitur itu. Kalau hakim menimbang kelalaian
debitur itu terlalu kecil, sedangkan pembatalan perjanjian akan membawa
kerugian yang terlalu besar bagi debitur, maka permohonan untuk membatalkan
perjanjian akan ditolak oleh hakim.
Menurut pasal 1266
hakim dapat memberikan jangka waktu kepada debitur untuk masih memenuhi
kewajibannya. Jangka waktu ini terkenal dengan nama “terme de grace”.
3. Peralihan Resiko
Sebagai sanksi ketiga atas
kelalaian seorang debitur disebutkan dalam pasal 1237 KUHPer Yang dimaksudkan
dengan “resiko” adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu
peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak, yang menimpa barang yang menjadi
objek perjanjian.
Peralihan resiko dapat
digambarkan demikian :
Menurut pasal 1460
KUHPer, maka resiko dalam jual beli barang tertentu dipikulkan kepada si
pembeli, meskipun barangnya belum diserahkan. Kalau si penjual itu terlambat
menyerahkan barangnya, maka kelalaian ini diancam dengan mengalihkan resiko
tadi dari si pembeli kepada si penjual. Jadi dengan lalainya sipenjual, resiko
itu beralih kepada dia.
4. Membayar Biaya
Perkara
Tentang pembayaran
ongkos biaya perkara sebagai sanksi keempat bagi seorang debitur yang lalai
adalah tersimpul dalam suatu peraturan Hukum Acara, bahwa pihak yang dikalahkan
diwajibkan membayar biaya perkara.
Menurut
pasal 1267 KUHPer, pihak kreditur dapat menuntut si debitur yang lalai untuk
melakukan : Pemenuhan perjanjian, Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi, ganti
rugi saja, pembatalan perjanjian, pembatalan disertai ganti rugi.
5. Hapusnya
Perikatan
Perikatan itu bisa
hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada
10 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :
·
Pembayaran
·
Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan
penitipan
·
Pembaharuan hutang
·
Perjumpaan hutang atau kompensasi
·
Percampuran hutang
·
Pembebasan Hutang
·
Musnahnya barang yang terhutang
·
Kebatalan/pembatalan
·
Berlakunya suatu syarat batal dan
·
Lewatnya waktu
Cara-cara hapusnya perikatan itu akan dibicarakan satu
persatu di bawah ini.
1.
PEMBAYARAN
Nama”pembayaran” dimaksudkan setiap pemenuhan
perjanjian secara suka rela. Dalam arti yang sangat luas ini, tidak saja pihak
pembeli membayar uang harga pembelian, tetapi pihak penjual pun dikatakan
“membayar” jika ia menyerahkan atau “melever” barang yang dijualnya. Yang wajib
membayar suatu utang bukan saja si berhutang (debitur) tetapi juga seorang
kawan berhutang dan seorang penanggung hutang (“borg”).
Menurut pasal 1322 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
bahwa suatu perikatan dapat dipenuhi juga oleh seorang pihak ketiga yang tidak
mempunyai kepentingan asal saja orang pihak ketiga bertindak atas nama dan
untuk melunasi hutangnya si berhutang, atau jika ia bertindak atas namanya
sendiri asal ia tidak menggantikan hak-hak si berpiutang.
2. PENAWARAN PEMBAYARAN TUNAI DIIKUTI PENYIMPANAN ATAU PENITIPAN
Ini adalah suatu cara pembayaran yang harus dilakukan
apabila si berpiutang (kreditur) menolak pembayaran. Caranya sebagai berikut:
barang atau uang yang akan dibayarkan itu ditawarkan secara resmi oleh seorang
notaris atau seorang juru sita pengadilan. Notaris atau juru sita membuat suatu
perincian dari barang-barang atau uang yang akan dibayarkan itu dan pergilah ia
ke rumah atau tempat tinggal kreditur, kepada siapa ia memberitahukan bahwa ia
atas perintah debitur datang untuk membayar hutangnya debitur tersebut,
pembayaran mana akan dilakukan dengan menyerahkan (membayarkan) barang atau
uang yang telah diperinci itu. Notaries atau juru sita tadi sudah menyediakan
suatu proses verbal.
Apabila kreditur suka menerima barang atau uang yang
ditawarkan itu, maka selesailah perkara pembayaran itu. Apabila kreditur
menolak yang biasanya memang sudah dapat diduga maka notaries atau juru sita
akan mempersilahkan kreditur itu menandatangani proses verbal tersebut dan jika
kreditur tidak suka menaruh tanda tangannya maka hal itu akan dicatat oleh
notaries atau juru sita di atas surat proses verbal tersebut.
Dengan demikian terdapatlah suatu bukti yang resmi
bahwa si berpiutang telah menolak pembayaran. Langkah yang berikutnya ialah :
si berhutang (debitur) di muka pengadilan negeri
dengan permohonan kepada pengadilan itu supaya pengadilan mengesahkan penawaran
pembayaran yang telah dilakukan itu. setelah penawaran disimpankan atau
dititipkan kepada panitera pengadilan negeri dengan demikian hapuslah hutang
piutang itu. Barang atau uang tersebut di atas berada dalam simpanan di
kepaniteraan Pengadilan Negeri atas tanggungan atau resiko si berpiutang. Si
berhutang sudah bebas dari hutangnya. Segala biaya yang dikeluarkan untuk
menyelenggarakan penawaran pembayaran tunai dan penyimpanan, harus dipikul oleh
si berhutang.
3.
PEMBAHARUAN HUTANG ATAU
NOVASI
Menurut pasal 1413 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
ada tiga macam jalan untuk melaksanakan suatu pembaharuan hutang atau novasi
itu, yaitu :
Ø Apabila
seorang yang berhutang membuat suatu perikatan hutang baru guna orang yang akan
menghutangkan kepadanya, yang menggantikan hutang yang lama yang dihapuskan
karenanya.
Ø Apabila
seorang berhutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berhutang lama, yang
oleh si berpihutang dibebaskan dari perikatannya.
Ø Apabila
sebagai akibat dari suatu perjanjian baru seorang kreditur baru ditunjuk untuk
menggantikan kreditur yang lama, terhadap siapa si berhutang dibebaskan dari
perikatannya.
4.
PERJUMPAAN HUTANG ATAU
KOMPENSASI
Ini adalah suatu cara penghapusan hutang dengan jalan
memperjumpakan atau memperhitungkan hutang piutang secara tertimbal balik
antara kreditur dan debitur. Jika dua orang saling berhutang satu sama lain
maka terjadilah antara mereka satu perjumpaan dengan mana antara kedua orang
tersebut dihapuskan,demikianlah diterangkan oleh pasal 1424 Kitab undang-Undang
Hukum Perdata.
Pasal tersebut selanjutnya mengatakan bahwa perjumpaan
itu terjadi demi hukum, bahkan dengan setidak tahunya orang-orang yang
bersangkutan dan kedua hutang itu yang satu menghapuskan yang lain dan
sebaliknya pada saat hutang-hutang itu bersama-sama ada, bertimbal balik untuk
suatu jumlah yang sama. Agar supaya dua hutang dapat diperjumpakan,maka
perlulah bahwa dua hutang itu seketika dapat ditetapkan besarnya atau jumlahnya
dan seketika dapat ditagih.
5.
PERCAMPURANG HUTANG
Apabila kedudukan sebagai orang berpihutang (kreditur)
dan orang yang berhutang (debitur) berkumpul pada satu orang, maka terjadilah
demi hukum suatu percampuran hutang dengan mana utang puiutang itu diapuskan.
Misalnya, si debitur dalam suatu testamen ditunjuk sebagai waris tunggal oleh
krediturnya atau si debitur kawin dengan krediturnya dalam suatu persatuan
harta kawin.
Hapusnya hutang pihutang dalam hal percampuran ini,
adalah betul-betul “demi-hukum” dalm arti otomatis. Percampuran hutang yang
terjadi pada dirinya si berhutang utama berlaku juga untuk keuntungan para
penanggung hutangnya (borg) sebaliknya percampuran yang terjadi pada seorang
penanggung hutang(borg) tidak sekali-kali mengakibatkan hapusnya hutang pokok.
6.
PEMBEBASAN HUTANG
Teranglah, bahwa apabila si berpihutang dengan tegas
menyatakan tidak menghendaki lagi pretasi dari si berhutang dan melepaskan
haknya atas pembayaran atau pemenuhan perjanjian, maka perikatan-yaitu hubungan
hutang-piutang hapus, perikatan ini hapus karena pembebasan. Pembebasan sesuatu
hutang tidak boleh dipersangkakan tetapi harus dibuktikan.
Pengembalian sepucuk tanda piutang asli secara suka
rela oleh si berpihutang kepada si berhutang, merupakan suatu bukti tentang
pembebasan hutangnya, bahkan terhadap orang-orang lain yang turut berhutang
secara tanggung menanggung. Pengembalian barang yang akan diberikan dalam gadai
atau sebagai tanggungan tidaklah perlu diterangkan, sebab perjanjian gadai
(pand) adalah suatu perjanjian accessoir yang artinya suatu buntut belaka dari
perjanjian pokoknya, yaitu perjanjian pinjam uang.
7.
MUSNAHNYA BARANG YANG
TERHUTANG
Jika barang tertentu yang menjadi objek dari
perjanjian musnah, tak lagi dapat diperdagangkan atau hilang sedemikian hingga
sama sekali tak diketahui apakah barang itu masih ada, maka hapuslah
perikatannya asal barang tadi musnah atau hilang di luar kesalahan si berhutang
dan sebelum ia lalai menyerahkannya.
Apabila si berhutang , dengan terjadinya
peristiwa-peristiwa seperti di atas telah dibebaskan dari perikatannya terhadap
krediturnya , maka ia diwajibkan menyerahkan kepada kreditur itu segala hak
yang mungkin dapat dilakukannya terhadap orang-orang pihak ketiga sebagai
pemilik barang yang telah hapus atau hilang itu.
8.
KEBATALAN/PEMBATALAN
Meskipun disini disebutkan kebatalan dan pembatalan,
tetapi yang benar adalah “pembatalan” saja, dan memang kalau kita melihat apa
yang diatur oleh pasal 1446 dan selanjutnya dari Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata ,ternyatalah bahwa ketentuan-ketentuan disitu kesemuanya mengenai
“pembatalan”.
Kalau suatu perjanjian batal demi hukum maka tidak ada
suatu perikatan hukum yang dilahirkan karenanya, dan barang sesuatu yang tidak
ada suatu perikatan hukum yang dilahirkan karenanya, dan barang sesuatu yang
tidak ada tentu saja tidak dihapus.
Yang diatur oleh pasal 1446 dan selanjutnya adalah
pembatalan perjanijan-perjanjian yang dapat dimintakan pembatalan
(vernietigbaar atau voidable) sebagaimana yang sudah kita lihat pada waktu kita
membicarakan tentang syarat-syarat untuk suatu perjanjian yang sah (Pasal 1320).
Meminta pembatalan perjanjian yang kekurangan syarat
subyektifnya itu dapat dilakukan dengan dua cara: pertama ,secara aktif menurut
pembatalan perjanjian yang demikian itu dimuka hakim. Kedua, secara pembelaan
yaitu menunggu sampai digugat di muka hakim untuk memenuhi perjanjian dan
sisitulah baru memajukan tentang kekurangannya perjanjian itu.
9.
BERLAKUNYA SUATU
SYARAT-BATAL
Perikatan bersyarat itu adalah suatu perikatan yang
nasibnya digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan masih
belum tentu akan terjadi,baik secara menangguhkan lahirnya perikatan hingga
terjadinya peristiwa tadi, atau secara membatalkan perikatan menurut terjadi
tidak terjadinya peristiwa tersebut.
Dalam hal yang pertama, perikatan dilahirkan hanya
apabila peristiwa yang termaksud itu terjadi. Dalam hal yang kedua suatu
perikatan yang sudah dilahirkan justru akan berakhir dibatalkan apabila
peristiwa yang termaksud itu terjadi. Perikatan semacam yang terakhir itu
dinamakan suatu perikatan denagn suatu syarat batal.
Dalam hukum perjanjian pada azasnya syarat batal
selamanya berlaku surut hingga saat lahirnya perjanjian. Suatu syarat batal
adalah suatu syarat yang apabila terpenuhi, menghentikan perjanjiannya dan
membawa segala sesuatu kembali kepada keadaan semula seolah-olah tidak pernah
ada suatu perjanjian, demikianlah pasal 1265 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Dengan demikian maka syarat batal itu mewajibkan si berhutang untuk
mengembalikan apa yang telah diterimanya, apabila peristiwa yang
dimaksudkan terjadi.
10. LEWATNYA WAKTU
Menurut pasal 1946 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
yang dinamakan “daluwarsa” atau “lewat waktu” ialah suatu upaya untuk
memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya
suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang
daluwarsa untuk memperoleh hak milik atas suatu barang dinamakan daluwarsa “acquisitip”
sedangkan daluwarsa untuk dibebaskan dari suatu perikatan (Atau suatu tuntutan)
dinamakan daluwarsa “extinctip”. Daluwarsa dari macam yang pertama tadi
sebaiknya dibicarakan berhubungan dengan hukum benda.
Daluwarsa dari macam yang kedua dapat sekedarnya
dibicarakan di sini meskipun masalah daluwarasa itu suatu masalah yang
memerlukan pembicaraan tersendiri. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
masalah daluwarsa itu diatur dalam Buku IV bersama-sama dengans oal pembuktian.
Menurut pasal 1967 maka segala tuntutan hukum, baik
yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat perseorangan , hapus karena
daluwarsa dengan lewatnya waktu 30 tahun,sedangkan siapa yang menunjukan akan
adanya daluwarsa itu tidak usah mempertunjukkan suatu atas hak, lagi pula tak
dapat dimajukan terhadapnya sesuatu tangkisan yang didasarkan kepada itikadnya
yang buruk.
Dengan lewatnya waktu tersebut di atas hapuslah
setiaap perikatan hukum dan tinggal pada suatu “perikatan bebas” (natuurlijke
verbintenis) artinya kalau dibayarkan boleh tetapi tidak dapat dituntut di muka
hakim. Debitur jika ditagih hutangnya atau dituntut di muka pengadilan dapat
memajukan tangkisan (eksepsi) tentang kadaluwarsanya piutang dan dengan
demikian mengelakkan atau menangkis setiap tuntutan.
BAB
V
HUKUM
PERJANJIAN
1. Standar
kontrak
adalah perjanjian yang
isinya telah ditetapkan terlebih dahulu secara tertulis berupa
formulir-formulir yang digandakan dalam jumlah tidak terbatas, untuk ditawarkan
kepada para konsumen tanpa memperhatikan perbedaan kondisi para konsumen
(Johannes Gunawan).
perjanjian yang isinya
dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir (Mariam Badrulzaman).
Perjanjian baku adalah
perjanjian yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi siapapun yang menutup
perjanjian dengannya tanpa kecuali, dan disusun terlebih dahulu secara sepihak
serta dibangun oleh syarat-syarat standar, ditawarkan pada pihak lain untuk
disetujui dengan hampir tidak ada kebebasan bagi pihak yang diberi penawaran
untuk melakukan negosiasi atas apa yang ditawarkan, sedangkan hal yang
dibakukan, biasanya meliputi model, rumusan, dan ukuran.
Menurut Mariam Darus,
standar kontrak terbagi dua yaitu umum dan khusus.
1. Kontrak standar umum
artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan
disodorkan kepada debitur.
2. Kontrak standar
khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan
berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
Kontrak baru lahir dari kebutuhan masyarakat. Dunia
bisnis tidak dapat berlangsung dengan kontrak baru yang masih dipersoalkan.
Suatu kontrak harus berisi:
Ø Nama dan tanda tangan pihak-pihak yang membuat
kontrak.
Ø Subjek dan jangka waktu kontrak
Ø Lingkup kontrak
Ø Dasar-dasar pelaksanaan kontrak
Ø Kewajiban dan tanggung jawab
Ø Pembatalan kontrak
2. MACAM
– MACAM PERJANJIAN
Ø Perjanjian bernama, yaitu merupakan perjanjian-perjanjian yang diatur dalam
KUH Perdata. Yang termasuk ke dalam perjanjian ini, misalnya: jual beli, tukar
menukar, sewa menyewa, dan lain-lain.
Ø Perjanjian-perjanjian yang tidak teratur dalam KUH Perdata. Jadi dalam hal
ini para pihak yang menentukan sendiri perjanjian itu. Dan ketentuan-ketentuan
yang ditetapkan oleh para pihak, berlaku sebagai undang-undang bagi
masing-masing pihak.
Menurut Mariam Darus Badrulzaman, perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara. Pembedaan tersebut adalah sebagai berikut:
Ø Perjanjian timbal balik. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang
menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Misalnya perjanjian
jual-beli.
Ø Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian atas beban. Perjanjian dengan cuma-cuma
adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja.
Misalnya: hibah. Sedangkan perjanjian atas beban adalah perjanjian di mana
terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontrak prestasi dari
pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.
Ø Perjanjian khusus (benoend) dan perjanjian umum (onbenoend).
Perjanjian khusus adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri.
Ø Perjanjian kebendaan (zakelijk) dan perjanjian obligatoi. Perjanjian
kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan haknya atas
sesuatu, kepada pihak lain. Sedangkan perjanjian obligatoir adalah perjanjian
dimana pihak-pihak mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan kepada pihak
lain (perjanjian yang menimbulkan perikatan.
Ø Perjanjian konsensuil dan perjanjian riil. Perjanjian konsensuil adalah
perjanjian di mana di antara kedua: belah pihak telah tercapai persesuaian
kehendak untuk mengadakan perikatan-perikatan.
Ø Perjanjian-Perjanjian yang istimewa sifatnya. (a) Perjanjian liberatoir
yaitu perjanjian di mana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada,
misalnya pembebasan hutang (kwijtschelding) (b) Perjanjian pembuktian (bewijsovereenkomst)
yaitu perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku di
antara mereka. (c) Perjanjian untung-untungan, misalnya prjanjian asuransi (d)
Perjanjian publik: yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh
hukum publik, karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa (pemerintah),
misalnya perjanjian ikatan dinas.
3. SYARAT
SYAHNYA PERJANJIAN
Berdasar ketentuan
hukum yang berlaku pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, suatu perjanjian
dinyatakan sah apabila telah memenuhi 4 syarat komulatif yang terdapat dalam
pasal tersebut, yaitu :
Adanya kesepakatan para
pihak untuk mengikatkan diri Bahwa semua pihak menyetujui/sepakat mengenai
materi yang diperjanjikan, dalam hal ini tidak terdapat unsur paksaan,
intimidasi ataupun penipuan.
Suatu perjanjian
dikatakan tidak memenuhi unsur kebebasan apabila mengandung salah satu
dari 3 (tiga) unsur di bawah ini, yaitu :
a. Unsur paksaan
(dwang)
Paksaan ialah paksaan
terhadap badan, paksaan terhadap jiwa, serta paksaan lain yang dilarang oleh
undang-undang.
b. Unsur kekeliruan
(dwaling)
Kekeliruan terjadi
dalam 2 (dua) kemungkinan yaitu kekeliruan terhadap orang (subjek hukum) dan
kekeliruan terhadap barang (objek hukum).
c. Unsur penipuan (bedrog)
Apabila suatu pihak
dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar.
Suatu perjanjian yang
tidak mengandung kebebasan bersepakat sebab terdapat unsur paksaan dan/atau
unsur kekeliruan, dan/atau unsur penipuan dapat dituntut pembatalannya sampai
batas waktu 5 tahun sebagaimana dimaksud Pasal 1454 KUHPerdata. Baca juga
tulisan terkait : “Kesepakatan Dalam Perjanjian”
Kecakapan
para pihak untuk membuat perjanjian
Kata kecakapan yang
dimaksud dalam hal ini adalah bahwa para pihak telah dinyatakan dewasa oleh
hukum, (ukuran dewasa sesuai ketentuan KUHPerdata adalah telah berusia 21
tahun; sudah atau pernah menikah), tidak gila, tidak dibawah pengawasan karena
perilaku yang tidak stabil dan bukan orang-orang yang dalam undang-undang
dilarang membuat suatu perjanjian tertentu.
A. Ada
suatu hal tertentu
Bahwa obyek yang
diperjanjikan dapat ditentukan dan dapat dilaksanakan oleh para pihak.
B. Adanya
suatu sebab yang halal
Suatu sebab dikatakan
halal apabila sesuai dengan ketentuan pasal 1337 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata, yaitu : tidak bertentangan dengan ketertiban umum, tidak bertentangan
dengan kesusilaan, tidak bertentangan dengan undang-undang.
4.
4. SAAT
LAHIRNYA PERJANJIAN
Menetapkan kapan saat
lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi : kesempatan penarikan kembali
penawaran, penentuan resiko, saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa, menentukan
tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1320
jo 1338 ayat (1) BW/KUH Perdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud
adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat
dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian
yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud
konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara
para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan
persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa
yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman
melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui
(overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang
menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima
penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Jadi pertemuan kehendak dari pihak
yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut
sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Ada beberapa teori yang
bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
1. Teori
Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini,
kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat
jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan
penerimaan/akseptasinya.
2. Teori
Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini saat
pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos
dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
3. Teori
Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat
lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak
yang menawarkan.
4. Teori
penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat
lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat
tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat
tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai
patokan saat lahirnya kontrak.
5. PEMBATALAN
DAN PELAKSANAAN SUATU PERJANJIAN
Pengertian
Pembatalan
Pengertian pembatalan
dalam uraian ini mengandung dua macam kemungkinan alasan, yaitu pembatalan
karena tidak memenuhi syarat subyektif, dan pembatalan karena adanya
wanprestasi dari debitur.
Pembatalan dapat dilakukan
dengan tiga syarat yakni:
1) Perjanjian harus bersifat
timbal balik (bilateral)
2) Harus ada wanprestasi
(breach of contract)
3) Harus dengan putusan
hakim (verdict)
Pelaksanaan
Perjanjian
Yang dimaksud dengan
pelaksanaan disini adalah realisasi atau pemenuhan hak dan kewajiban yang telah
diperjanjikan oleh pihak- pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.
Pelaksanaan perjanjian pada dasarnya menyangkut soal pembayaran dan penyerahan
barang yang menjadi objek utama perjanjian. Pembayaran dan penyerahan barang
dapat terjadi secara serentak. Mungkin pembayaran lebih dahulu disusul dengan
penyerahan barang atau sebaliknya penyerahan barang dulu baru kemudian
pembayaran.
·
Pembayaran :
1) Pihak yang melakukan
pembayaran pada dasarnya adalah debitur yang menjadi pihak dalam perjanjian
2) Alat bayar yang
digunakan pada umumnya adalah uang
3) Tempat pembayaran
dilakukan sesuai dalam perjanjian
4) Media pembayaran
yang digunakan
5) Biaya penyelenggaran
pembayaran
·
Penyerahan Barang
Yang dimaksud dengan
lavering atau transfer of ownership adalah penyerahan suatu barang oleh pemilik
atau atas namanya kepada orang lain, sehingga orang lain ini memperoleh hak
milik atas barang tersebut.
Syarat- syarat
penyerahan barang atau lavering adalah sebagai berikut:
1) Harus ada perjanjian
yang bersifat kebendaan
2) Harus ada alas hak
(title), dalam hal ini ada dua teori yang sering digunakan yaitu teori kausal
dan teori abstrak
3) Dilakukan orang yang
berwenang mengusai benda
4) Penyerahan harus
nyata (feitelijk)
·
Penafsiran dalam Pelaksanaan Perjanjian
Dalam suatu perjanjian,
pihak- pihak telah menetapkan apa- apa yang telah disepakati. Apabila yang
telah disepakati itu sudah jelas menurut kata- katanya, sehingga tidak mungkin
menimbulkan keraguan- keraguan lagi, tidak diperkenankan memberikan pengewrtian
lain. Dengan kata laintidak boleh ditafsirkan lain (pasal 1342 KUHPdt). Adapun
pedoman untuk melakukan penafsiran dalam pelaksanaan perjanjian, undang- undang
memberikan ketentuan- ketentuan sebagai berikut:
1) Maksud pihak- pihak
2) Memungkinkan janji
itu dilaksanakan
3) Kebiasaan setempat
4) Dalam hubungan
perjanjian keseluruhan
5) Penjelasan dengan
menyebutkan contoh
6) Tafsiran berdasarkan
akal sehat
BAB VI & BAB VII
HUKUM
DAGANG (KUHD)
1. Hubungan
Hukum Dagang dan Hukum Perdata
- Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Berikut beberapa pengartian dari Hukum Perdata :
- Hukum Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan.
- Hukum Perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam memenuhi kepentingannya.
- Hukum Perdata adalah ketentuan dan peraturan yang mengatur dan membatasi kehidupan manusia atau seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan hidupnya.
· Hukum dagang ialah hukum yang
mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh
keuntungan atau hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia dan
badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan.
· Hukum dagang adalah aturan-aturan hukum
yang mengatur hubungan orang yang satu dan lainnya dalam bidang perniagaan.
· Hukum dagang adalah hukum perdata
khusus, KUH Perdata merupakan lex generalis (hukum umum), sedangkan KUHD
merupakan lex specialis (hukum khusus). Dalam hubungannya dengan hal tersebut
berlaku adagium lex specialis derogate lex generalis (hukum khusus
mengesampingkan hukum umum). Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab
undang-undang hukum dagang (KUHD) dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan
erat dengan KUHPerdata, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian
khusus dari KUHPerdata.
Sistem hukum dagang
menurut arti luas dibagi 2 : tertulis dan tidak tertulis tentang aturan
perdagangan.Hukum Dagang Indonesia terutama bersumber pada :
1.
Hukum tertulis yang dikofifikasikan :
·
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
atau Wetboek van Koophandel Indonesia (W.v.K)
·
Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS)
atau Burgerlijk Wetboek Indonesia (BW)
2.
Hukum tertulis yang belum
dikodifikasikan :
peraturan
perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan
perdagangan (C.S.T. Kansil, 1985 : 7).Sifat hukum dagang yang merupakan
perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
Pada awalnya hukum
dagang berinduk pada hukum perdata. Namun, seirinbg berjalannya waktu hukum
dagang mengkodifikasi (mengumpulkan) aturan-aturan hukumnya sehingga
terciptalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ( KUHD ) yang sekarang telah
berdiri sendiri atau terpisah dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUHPer
). Antara KUHperdata dengan KUHdagang mempunyai hubungan yang erat.
Hal ini dapat dilihat
dari isi Pasal 1 KUHDagang, yang isinya sebagai berikut:
Adapun mengenai hubungan tersebut adalah special derogate legi generali artinya hukum yang khusus: KUHDagang mengesampingkan hukum yang umum: KUHperdata.
Adapun mengenai hubungan tersebut adalah special derogate legi generali artinya hukum yang khusus: KUHDagang mengesampingkan hukum yang umum: KUHperdata.
Prof. Subekti
berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak
pada tempatnya. Hali ini dikarenakan hukum dagang relative sama dengan hukum
perdata. Selain itu “dagang” bukanlah suatu pengertian dalam hukum melainkan
suatu pengertian perekonomian.
Pembagian hukum sipil
ke dalam KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam hukum
romawi belum terkenal peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalah
KUHD, sebab perdagangan antar Negara baru berkembang dalam abad pertengahan.
KUHD lahir bersama KUH
Perdata yaitu tahun 1847 di Negara Belanda, berdasarkan asas konkordansi juga
diberlakukan di Hindia Belanda. Setelah Indonesia merdeka berdasarkan ketentuan
pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 kedua kitab tersebut berlaku di Indonesia.
KUHD terdiri atas 2 buku, buku I berjudul perdagangan pada umumnya, buku II
berjudul Hak dan Kewajiban yang timbul karena perhubungan kapal.
Hukum tertulis yang
tidak dikodifikasi, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang
hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan, misal UU Hak Cipta. Materi-materi
hukum dagang dalam beberapa bagian telah diatur dalam KUH Perdata yaitu tentang
Perikatan, seperti jual-beli,sewa-menyewa, pinjam-meminjam.
Secara khusus materi
hukum dagang yang belum atau tidak diatur dalam KUHD dan KUH Perdata, ternyata
dapat ditemukan dalam berbagai peraturan khusus yang belum dikodifikasi seperti
tentang koperasi, perusahaan negara, hak cipta dll.
Kodifikasi Hukum Perdata dan
Hukum Dagang
Di Indonesia atas dasar azas korkondansi (pasal 131),
maka berlakulah BW dan WVK di Indonesia ( Hindia Belanda yang diumumkan dengan
publikasi tgl 31 April 1847, 5 1843 23). Di Indonesia pernah berlaku dualisma
dalam hukum yakni hukum Eropa dan hukum adat.
Inilah yang harus diusahakan menjadi satu kesatuan
hukum yang bersifat nasional yakni sistemhukum Indonesia untuk mencapai
kesatuan hukum tsb, indonesia membutuhkan waktu yang lama terutama dalam
lapangan/ dalam bidang hukum perdata. Dimana sampai sekarang masih berlaku
brbagai macam hukum perdata yakni: Hukum perdata bagi warga negara yang
mempergunakan KUHPer (BW), Hukum perdata bagi WNI yang mempergunakan hukum
adat. Usakan untuk mempersatukan hukum perdata bagi seluruh rakyat Indonesia
berjalan sangat lambat.
·
Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum
Dagang
Hukum dagang adalah
hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan. Hukum perdata
diatur dalam KUH Perdata dan Hukum Dagang diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang (KUHD).
Kesimpulan ini
sekaligus menunjukkan bagaimana hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata.
Hukum perdata merupakan hukum umum (lex generalis) dan hukum dagang merupakan
hukum khusus (lex specialis).
Dengan diketahuinya
sifat dari kedua kelompok hukum tersebut, maka dapat disimpulkan
keterhubungannya sebagai lex specialis derogat lex generalis, artinya hukum
yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum. Adagium ini
dapat disimpulkan dari pasal 1 Kitab undang-Undang Hukum Dagang yang pada
pokoknya menyatakan bahwa: “Kitab Undang-Undang Hukum Perdata seberapa jauh
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak khusus diadakan
penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang disinggung dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Hubungan antara KUHD
dengan KUH perdata adalah sangat erat, hal ini dapat dimengerti karena memang
semula kedua hukum tersebut terdapat dalam satu kodefikasi. Pemisahan keduanya
hanyalah karena perkembangan hukum dagang itu sendiri dalam mengatur pergaulan
internasional dalam hal perniagaan.
Hukum Dagang merupakan
bagian dari Hukum Perdata, atau dengan kata lain Hukum Dagang meruapkan
perluasan dari Hukum Perdata. Untuk itu berlangsung asas Lex Specialis dan Lex
Generalis, yang artinya ketentuan atau hukum khusus dapat mengesampingkan
ketentuan atau hukum umum. KUHPerdata (KUHS) dapat juga dipergunakan dalam hal
yang daitur dalam KUHDagang sepanjang KUHD tidak mengaturnya secara khusus.
2.
Berlakunya Hukum Dagang
Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang masih berlaku di Indonesia berdasarkan Pasal 1 aturan peralihan
UUD 1945 yang pada pokoknya mengatur bahwa peraturan yang ada masih tetap
berlaku sampai pemerintah Indonesia memberlakukan aturan penggantinya.
Di negeri Belanda
sendiri Wetbook van Koophandel telah mengalami perubahan, namun di Indonesia
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak mengalami perubahan yang komprehensif
sebagai suatu kodifikasi hukum. Namun demikian kondisi ini tidak berarti bahwa
sejak Indonesia merdeka, tidak ada pengembangan peraturan terhadap permasalahan
perniagaan.
Perubahan pengaturan
terjadi, namun tidak tersistematisasi dalam kodifikasi Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang. Strategi perubahan pengaturan terhadap masalah perniagaan di
Indonesia dilakukan secara parsial (terhadap substansi Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang) dan membuat peraturan baru terhadap substansi yang tidak diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Berdasarkan
pasal II Aturan peralihan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, maka
KUHD masih berlaku di Indonesia. KUHD Indonesia diumumkan dengan
publikasi tanggal 30 April 1847, yang berlaku pada tanggal 1 Mei 1848. KUHD
Indonesia itu hanya turunan belaka dari “Wetboek van Koophandel”, Belanda, yang
dibuat atas dasar konkordansi.
Wetboek
van Koophandel Belanda itu berlaku mulai tanggal 1 Oktober 1838 dan 1 Januari
1842 (di Limburg) dari “Code du Commerce” Prancis 1808, tetapi anehnya tidak
semua lembaga hukum yang diatur dalam “Code du Commerce” Prancis itu diambl
alih oleh “Wetboek van Koophandel” Belanda. Ada beberapa hal yang tidak
diambil, misalnya mengeni peradilan kusus tentang perselisihan-perselisihan
dalam lapangan perniagaan.
3.
Hubungan Pengusaha dan Pembantunya
Pengertian
Pengusaha
Pengusaha (pemilik
perusahaan) yang mengajak pihak lain untuk menjalankan usahanya secara
bersama-sama,atau perusahaan yang dijalankan dan dimiliki lebih dari satu
orang, dalam istilah bisnis disebut sebagai bentuk kerjasama. Bagi perusahaan
yang sudah besar, Memasarkan produknya biasanya dibantu oleh pihak lain, yang
disebut sebagai pembantu pengusaha. Dalam menjalankan perusahannya pengusaha
dapat:
Ø Melakukan
sendiri, Bentuk perusahaannya sangat sederhana dan semua pekerjaan dilakukan
sendiri, merupakan perusahaan perseorangan.
Ø Dibantu
oleh orang lain, Pengusaha turut serta dalam melakukan perusahaan, jadi dia
mempunyai dua kedudukan yaitu sebagai pengusaha dan pemimpin perusahaan dan
merupakan perusahaan besar.
Ø Menyuruh
orang lain melakukan usaha sedangkan dia tidak ikut serta dalam melakukan
perusahaan, Hanya memiliki satu kedudukan sebagai seorang pengusaha dan
merupakan perusahaan besar.
Bila seseorang melakukan atau
menyuruh melakukan perusahaan itu disebut pengusaha. Jadi, sebagai
pengusaha :
Ø Dia dapat
melakukan perusahaannya sendirian, tanpa pembantu,
Ø Dia dapat
melakukan perusahaannya dengan pembantu-pembantunya, dan
Ø Dia dapat
menyuruh orang lain untuk menjalannkan perusahaannya (diberi surat kuasa untuk
menjalannkan perusahaannya atas nama si-pemberi kuasa tsb), sedangkan dia tidak
turut serta.
Secara
umum pembantu pengusaha dapat digolongkan menjadi 2 (dua), yaitu:
a) Pembantu-pembantu
pengusaha di dalam perusahaan, misalnya pelayan toko, pekerja keliling,
pengurus fillial, pemegang prokurasi dan pimpinan perusahaan.
b) Pembantu
pengusaha diluar perusahaan, misalnya agen perusahaan, pengacara, noratis,
makelar, komisioner.
4.
Pengusaha dan Kewajibannya
Pengusaha adalah setiap
orang yang menjalankan perusahaan. Menurut undang-undang, ada 2 macam kewajiban
yang harus dipenuhi oleh pengusaha yaitu ;
1.
Membuat pembukuan
2.
Mendaftarkan perusahaannya
Pengusaha adalah setiap
orang yang menjalankan perusahaan. Menurut undang-undang, ada dua macam
kewajiban yang harus dilakukan oleh perusahaan, yaitu :
1.
membuat pembukuan ( sesuai dengan Pasal
6 KUH Dagang Undang-undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang dokumen perusahaan ), dan
di dalam pasal 2 undang-undang nomor 8 tahun 1997 yang dikatakan dokumen
perusahaan adalah terdiri dari dokumen keuangan dan dokumen lainnya.
A. dokumen
keuangan terdiri dari catatan ( neraca tahunan, perhitungan laba, rekening,
jurnal transaksi harian )
B. dokumen
lainnya terdiri dari data setiap tulisan yang berisi keterangan yang mempunyai
nilai guna bagi perusahaan, meskipun tidak terkait langsung denagn dokumen
keuangan.
2.
mendaftarkan perusahaannya ( sesuai
Undang0undang Nomor 3 tahun 1982 tentang Wajib daftar perusahaan ).
HAK PENGUSAHA
Ø Berhak sepenuhnya atas hasil kerja pekerja.
Ø Berhak atas ditaatinya aturan kerja oleh pekerja,
termasuk pemberian sanksi
Ø Berhak atas perlakuan yang hormat dari pekerja.
Ø Berhak melaksanakan tata tertib kerja yang telah
dibuat oleh pengusaha
KEWAJIBAN
PENGUSAHA
Ø Memberikan
ijin kepada buruh untuk beristirahat, menjalankan kewajiban menurut agamanya
Ø Dilarang
memperkerjakan buruh lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu, kecuali ada
ijin penyimpangan
Ø Tidak
boleh mengadakan diskriminasi upah laki/laki dan perempuan
Ø Bagi
perusahaan yang memperkerjakan 25 orang buruh atau lebih wajib membuat
peraturan perusahaan
Ø Wajib
membayar upah pekerja pada saat istirahat / libur pada hari libur resmi
Ø Wajib
memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pekerja yang telah mempunyai masa
kerja 3 bulan secara terus menerus atau lebih
Ø Wajib
mengikut sertakan dalam program Jamsostek
Pengertian
Kewajiban
Kewajiban adalah
pembatasan atau beban yang timbul karena hubungan dengan sesama atau dengan
negara. Maka dalam perdagangan timbul pula hak dan kewajiban pada pelaku-pelaku
dagang tersebut. Hak dan Kewajiban pengusaha adalah sebagai berikut :
o
Berhak sepenuhnya atas hasil kerja
pekerja.
o
Berhak melaksanakan tata tertib kerja
yang telah dibuat.
o
Memberikan pelatihan kerja (pasal 12)
o
Memberikan ijin kepada buruh untuk
beristirahat, menjalankan kewajiban menurut agamanya (pasal 80)
o
Dilarang memperkerjakan buruh lebih dari
7 jam sehari dan 40 jam seminggu, kecuali ada ijin penyimpangan (pasal 77)
o
Tidak boleh mengadakan diskriminasi upah
laki/laki dan perempuan,
o
Bagi perusahaan yang memperkerjakan 25
orang buruh atau lebih wajib membuat peraturan perusahaan
o
Wajib membayar upah pekerja pada saat
istirahat / libur pada hari libur resmi
o
Wajib memberikan Tunjangan Hari Raya
(THR) kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus
menerus atau lebih
o
Pengusaha dilarang membayar upah lebih
rendah dari upah minimum (pasal 90)
o
Wajib mengikutsertakan dalam program
Jamsostek (pasal 99)
5.
Bentuk-Bentuk Badan Usaha
secara definisi sebuah Badan usaha adalah kesatuan
yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau
keuntungan. Badan Usaha seringkali disamakan dengan perusahaan, walaupun pada
kenyataannya berbeda. Perbedaan utamanya, Badan Usaha adalah lembaga sementara
perusahaan adalah tempat dimana Badan Usaha itu mengelola faktor-faktor
produksi.
Kegiatan bisnis tidak dapat dilepaskan dari bentuk
badan usaha dan perizinan yang diperlukan untuk menjalankan usaha. Keberadaan
badan hukum usaha akan melindungi perusahaan dari segala tuntutan akibat
aktivitas yang dijalankannya.
Karena badan hukum memberikan kepastian dalam kegiatan
bisnis/berusaha, sehingga kekhawatiran atas pelanggaran hukum akan terhindar,
mengingat badan hukum usaha memiliki rambu-rambu yang harus dipatuhi. Dengan
memiliki badan hukum, maka perusahaan akan memenuhi kewajiban dan hak terhadap
berbagai pihak yang berkaitan dengan perusahaan, baik yang ada di dalam maupun
di luar perusahaan.
Pendirian suatu badan hukum usaha haruslah memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan. Ada beberapa faktor untuk memilih badan
usaha yang akan dijalankan. Dalam praktiknya, pertimbangan utama pemilihan
bentuk badan hukum perusahaan antara lain: Keluwesan
untuk beraktivitas, Batas wewenang dan tanggung jawab pemilik, Kemudahan
pendirian, Kemudahan memperoleh modal, Kemudahan untuk memperbesar usaha, Kelanjutan
usaha.
Bentuk-bentuk badan usaha di Indonesia terbagi menjadi
dua, yaitu : Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) dan Badan Usaha Milik Negara
(BUMN). Pada pembahasan kali ini kita hanya membahas tentang Perseroan
Terbatas, Koperasi, dan Yayasan pada kelompok Badan Usaha Milik Swasta (BUMS)
o
Firma
Firma adalah Bentuk
badan usaha yang didirikan oleh beberapa orang dengan menggunakan nana bersama
atau satu nama digunakan bersama. Dalam firma semua anggota bertanggung-jawab
sepenuhnya, baik sendiri-sendiri maupun bersama terhadap utang-utang perusahaan
kepada pihak lainnya.
o
Persekutuan Komanditer (Commanditer
Vennootschap)
Persekutuan Komanditer
adalah persekutuan yang didirikan oleh beberapa orang sekutu yang menyerahkan
dan mempercayakan uangnya untuk dipakai dalam persekutuan.
6.
Perseroan Terbatas
Perseroan terbatas
(PT/NV atau Naamloze Vennotschap) adalah suatu badan usaha yang mempunyai
kekayaan, hak, serta kewajiban sendiri, yang terpisah dari kekayaan, hak sereta
kewajiban para pendiri maupun pemilik.
Kekayaan PT terpisah
dengan kekayaan para pemiliknya (pemegang saham). Kekuasaan tertinggi dalam PT
dipegang oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan setiap pemegang saham
memiliki hak suara dalam rapat umum. Besarnya hak suara tergantung pada banyaknya
saham yang dimiliki dan bila seorang pemegang saham tidak dapat hadir dalam
rapat umum, maka hak suaranya dapat diserahkan kepada orang lain.
Hasil keputusan rapat
umum pemegang saham biasanya dilimpahkan kepada komisaris yang membawahi dewan
direksi untuk menjalankan kebijaksanaan manajemennya. Sahamsaham yang
dikeluarkan pada umumnya ada dua, yaitu saham biasa (commond stock) dan saham
istimewa (preference stock).
Langkah-langkah
mendirikan badan usaha Perseroan Terbatas (PT):
1) Pembuatan
akta notaries
2) Anggaran
dasar
3) Pengesahan
menteri Kehakiman
Akta notaris yang telah
dibuat harus mendapatkan pengesahan Menteri Kehakiman untuk mendapatkan status
sebagai badan hukum.
4) Pendaftaran
Wajib
Akta pendirian/Anggaran
Dasar PT disertai SK pengesahan dari Menteri Kehakiman selanjutnya wajib
didaftar dalam daftar perusahaan paling lambat 30 hari setelah tanggal
pengesahan PT atau tanggal diterimanya laporan.
5) Pengumuman
dalam Tambahan Berita Negara
Apabila pendafataran
dalam daftar perusahaan telah dilakukan, direksi mengajukan permohonan
pengumuman perseroan di dalam Tambahan Berita Negara (TBN) paling lambat 30
hari terhitung sejak pendaftaran.
Ciri-ciri dan sifat
Perseroan Terbatas :
1.
kewajiban terbatas pada modal tanpa
melibatkan harta pribadi.
2.
modal dan ukuran perusahaan besar.
3.
kelangsungan hidup perusahaan pt ada di
tangan pemilik saham.
4.
dapat dipimpin oleh orang yang tidak
memiliki bagian saham.
5.
kepemilikan mudah berpindah tangan.
6.
mudah mencari tenaga kerja untuk
karyawan / pegawai.
7.
keuntungan dibagikan kepada pemilik
modal / saham dalam bentuk dividen.
8.
kekuatan dewan direksi lebih besar
daripada kekuatan pemegang saham sulit untuk membubarkan pt.
9.
pajak berganda pada pajak penghasilan /
pph dan pajak deviden.
Syarat pendirian PT
secara formal berdasarkan UU No. 40/2007 adalah sebagai berikut:
1.
Pendiri minimal 2 orang atau lebih
(pasal 7 ayat 1)
2.
Akta Notaris yang berbahasa Indonesia
3.
Setiap pendiri harus mengambil bagian
atas saham, kecuali dalam rangka peleburan (pasal 7 ayat 2 dan ayat 3)
4.
Akta pendirian harus disahkan oleh
Menteri kehakiman dan diumumkan dalam BNRI (ps. 7 ayat 4)
5.
Modal dasar minimal Rp. 50 juta dan
modal disetor minimal 25% dari modal dasar (pasal 32 dan pasal 33)
6.
Minimal 1 orang direktur dan 1 orang komisaris
(pasal 92 ayat 3 & pasal 108 ayat 3)
7.
Pemegang saham harus WNI atau badan
hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia, kecuali PT. PMA
7.
Koperasi
Kata koperasi berasal
dari kata Co yang artinya bersama dan operation yang artinya bekerja. Secara
umum dapat dikatakan bahwa koperasi adalah suatu badan usaha yang bergerak
dalam bidang ekonomi, yang anggotanya adalah orang-orang atau badan hukum
koperasi yang tergabung secara sukarela atas dasar persamaan hak dan kewajiban,
melakukan satu macam usaha atau lebih untuk meningkatkan kesejahteraan para
anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Sedangkan pengertian
koperasi menurut pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 tentang
perkoperasian, “Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau
badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip
koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas
kekeluargaan”.
Dari batasan atau
definisi di atas dapat disimpulkan bahwa koperasi adalah:
Ø Badan
usaha yang landasan kegiatannya berdasarkan prinsi-prinsip koperasi
Ø Anggotanya
adalah orang-orang atau badan hukum koperasi yang mempunyai kepentingan dan tujuan
yang sama
Ø Menggabungkan
diri sebagai anggota secara sukarela dan mempunyai hak dan tanggung jawab yang
sama sebagai pencerminan adanya demokrasi dalam koperasi.
Ø Kerugian
dan keuntungan akan ditanggung dan dinikmati bersama menurut perbandingan yang
adil.
Ø Pengawasan
dilakukan oleh anggota.
Ø Adanya
sifat saling tolong-menolong (mutual aids).
Ø Membayar
sejumlah uang sebagai simpanan pokok dan simpanan wajib, sebagai syarat dan
kewajiban anggota.
Langkah-langkah dalam
mendirikan Koperasi:
· Menyelenggarakan rapat pendirian
koperasi oleh anggota yang menjadi pendiri ditungkan dalam rapat pembentukkan
dan akta pendirian yang memuat anggaran dasar koperasi. Sebaiknya pejabat
Departemen Koperasi menyaksikan.
·
Para pendiri mengajukan permohonan
pengesahan akta pendirian yang dilampirkan 2 rangkap akta pendirian koperasi,
berita acara rapat pembentukkan, surat bukti penyetoran modal dan rencana awal
kegiatan usaha.
·
Pengesahan akta pendirian dalam jangka
waktu 3 bulan setelah permintaan
·
Pengumuman dalam Berita Negara Republik
Indonesia
Tujuan Koperasi :
Untuk menyejahteraan
anggotanya. Tujuan utama adalah mewujudkan masyarakat adil makmur materian dan
spiritual berdasarkan pancasila dan undang – undang Dasar 1945.
8.
Yayasan
Yayasan adalah suatu
badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial, keagamaan dan
kemanusiaan, didirikan dengan memperhatikan persyaratan formal yang ditentukan
dalam undang-undang.
Pengertian yayasan menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001 tentang Yayasan, “ Yayasan adalah badan usaha yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang soial, keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota”.Kekayaan yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh yayasan.
Berdasarkan
undang-undang ini dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak
langsung kepada pembina, pengurus, pengawas, karyawan, atau pihak lain yang
mempunyai kepentingan terhadap yayasan. Dalam menjalankan kegiatannya sehari-hari
yayasan mempunyai organ yang terditri atas: Pembina, Pengurus dan Pengawas.
Langkah-langkah
mendirikan Yayasan adalah:
1.
Penyampaian dokumen yang diperlukan
·
Fotokopi KTP para badan pendiri, badan
pembina, dan badan pengurus
·
Nama yayasan
·
Maksud & tujuan yayasan serta
kegiatan usaha yayasan
·
Jangka waktu berdirinya yayasan
·
Modal awal yayasan
·
Susunan badan pendiri, badan pembina,
dan badan pengurus
2.
Penandatangan akta pendirian yayasan
3.
Pengurusan surat keterangan domisili
4.
Pengurusan NPWP
5.
Pengesahan yayasan menjadi badan hukum
di Dep. Keh dan HAM
·
Salinan akta pendirian yayasan yang
dibubuhi materai
·
Fotokopi NPWP atas nama yayasan telah
dilegalisir notaris
·
Fotocopy surat keterangan domisili yang
dikeluarkan oleh lurah atau kepala desa
·
Bukti pembayaran Penerimaan Negara Bukan
Pajak
·
Bukti pembayaran pengumuman dalam
Tambahan Berita Negara menunggu diterbitkan PP
6.
Pengumuman dalam Berita Negara Republik
Indonesia (BNRI)
9.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Pengertian
BUMN
BUMN adalah semua
perusahaan dalam bentuk apapun dan bergerak dalam bidang usaha apapun yang
sebagian atau seluruh modalnya merupakan kekayaan Negara, kecuali jika
ditentukan lain berdasarkan Undang Undang.
Ciri-ciri utama BUMN
adalah:
a.
Tujuan utama usahanya adalah melayani
kepentingan umum sekaligus mencari keuntungan.
b.
Berstatus badan hukum dan diatur
berdasarkan Undang-undang.
c.
Pada umumnya bergerak pada bidang
jasa-jasa vital.
d. Mempunyai nama dan kekayaan serta bebas
bergerak untuk mengikat suatu perjanjian, kontrak serta hubungan-hubungan
dengan pihak lainnya.
e.
Dapat dituntut dan menuntut, sesuai
dengan ayat dan pasal dalam hukum perdata.
f.
Seluruh atau sebagian modal milik negara
serta dapat memperoleh dana dari pinjaman dalam dan luar negeri atau dari
masyarakat dalam bentuk obligasi.
g. Setiap tahun perusahaan menyusun laporan
tahunan yang memuat neraca dan laporan rugi laba untuk disampaikan kepada yang
berkepentingan.
Kemudian BUMN
digolongkan lagi ke dalam 3 jenis sebagai berikut:
·
Perusahaan Jawatan (Perjan)
Perusahaan ini
bertujuan pelayanan kepada masyarakat dan bukan semata-mata mencari keuntungan.
Perusahaan negara yang didirikan dan diatur menurut ketentuan yang termaktub
dalam indonesische Bedrijvenvvet Rtb. 1927 Nomor 419 sebagaimana yang telah
beberapa kali diubah dan ditambah. Perjansepenuhnya diatur dan tunduk kepada
hukum publik dan administrasi negara Serta merupakan bagian dari suatu
departemen. Pada saat ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2000.
·
Perusahaan Umum (Perum)
Perusahan ini seluruh
modalnya diperoleh dari negara. Perum bertujuan untuk melayani masyarakat dan
mencari keuntungan. Perusahaan negara yang didirikan dan diatur berdasarkan
ketentuan yang termaktub dalam UU No. 19 Prp. 1960 tentang Perusahaan Negara.
Penetapan bentuk Perum ini adalah didasarkan pula oleh UU No. 1 Prp. 1969
tentang bentuk-Ioentuk badan usaha negara di mana terdiri atas Perusahaan atas
Sero (Pesero) dan Perusahaan Umum (Perum). Pada saat ini diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 13 tahun 1998.
·
Perusahaan Perseroan (Persero)
Perusahaan ini modalnya
terdiri atas saham-saham. Sebagian sahamnya dimiliki oleh negara dan sebagian
lagi dimilik oleh pihak swasta dan luar negeri. P erusahaan negara yang
berbentuk Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud dalam UUPT yang seluruh
sahamnya atau paling sedikit 51% sahamnya dinniliki oleh negara melalui
penyertaan modal langsung. Diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1998.
Berikut di bawah ini
adalah penjelasan dari bentuk BUMN, yaitu perjan, persero dan perum beserta
pengertian arti definisi :
Perjan adalah
bentuk badan usaha milik negara yang
seluruh modalnya dimiliki oleh pemerintah. Perjan ini berorientasi pelayanan
pada masyarakat,
Sehingga selalu merugi. Sekarang sudah tidak ada perusahaan BUMN yang
menggunakan model perjan karena besarnya biaya untuk memelihara perjan-perjan
tersebut. Contoh Perjan: PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api) kini berganti
menjadi PT.KAI.
Perusahaan umum atau
disingkat perum adalah perusahaan unit bisnis negara yang seluruh
modal dan kepemilikan dikuasai oleh pemerintah dengan tujuan untuk memberikan
penyediaan barang dan jasa publik yang baik demi melayani masyarakat umum serta
mengejar keuntungan atau profit oriented, berdasarkan prinsip pengolahan
perusahaan.
Perum adalah perjan
yang sudah diubah. Sama seperti Perjan, perum di kelola oleh negara dengan
status pegawainya sebagai Pegawai Negeri.
Namun perusahaan masih
merugi meskipun status Perjan diubah menjadi Perum, sehingga pemerintah
terpaksa menjual sebagian saham Perum
tersebut kepada publik (go public) dan statusnya diubah
menjadi persero.
Organ Perum yaitu
dewan pengawas, menteri dan direksi. Contoh perum / perusahaan umum yakni :
Perum Peruri / PNRI (Percetakan Negara RI), Perum Perhutani, Perum Damri, Perum
Pegadaian, dll.
Persero adalah
salah satu Badan Usaha yang dikelola oleh Negara atau Daerah. Berbeda dengan
Perum atau Perjan, tujuan didirikannya Persero yang pertama adalah mencari
keuntungan dan yang kedua memberi pelayanan kepada umum. Modal pendiriannya
berasal sebagian atau seluruhnya dari kekayaan negara yang dipisahkan berupa
saham-saham. Bentuk persero semacam itu tentu saja tidak jauh berbeda sifatnya
dengan perseroan terbatas / PT swasta yakni sama-sama mengejar keuntungan yang
setinggi-tingginya / sebesar-besarnya.
Saham kepemilikan
Persero sebagaian besar atau setara 51% harus dikuasai oleh pemerintah. Karena
Persero diharapakan dapat memperoleh laba yang besar, maka otomatis persero
dituntut untuk dapat memberikan produk barang maupun jasa yang terbaik agar
produk output yang dihasilkan tetap laku dan terus-menerus mencetak
keuntungan.Persero dipimpin oleh direksi. Sedangkan pegawainya berstatus
sebagai pegawai swasta. Badan usaha ditulis PT < nama perusahaan >
(Persero). Perusahaan ini tidak memperoleh fasilitas negara.
Sumber
http://nurulaini8.blogspot.com/2013/04/hukum-perikatan.html
http://teguhutomo60.blogspot.com/2013/04/hukum-dagang-dan-hubungannya-dengan.html
http://hennyolgarebekka.wordpress.com/2011/05/23/pengusaha-dan-kewajiban-dalam-hukum-dagang/
http://id.wikipedia.org/wiki/Perseroan_terbatas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar