I.
BENTURAN
KEPENTINGAN
Benturan
kepentingan adalah perbedaan antara kepentingan ekonomis perusahaan dengan
kepentingan ekonomis pribadi Direktur, Komisaris atau pemegang saham utama di
suatu perusahaan. Benturan kepentingan ini dapat dikategorikan menjadi 8 jenis
situasi sebagai berikut :
a)
Segala
konsultasi atau hubungan lain yang signifikan atau berkeinginan mengambil andil
di dalam aktivitas pemasok, pelanggan atau pesaing (competitor).
b)
Segala
kepentingan pribadi yang berhubungan dengan kepentingan perusahaan.
c)
Segala hubungan
bisnis atas nama perusahaan dengan personal yang masih ada hubungan
keluarga ( family ) dengan perusahaan yang dikontrol oleh personal tersebut.
d)
Segala posisi
dimana karyawan dan pimpinan perusahaan mempunyai pengaruh (control) terhadap
evaluasi hasil pekerjaan atau kompensasi dari personal yang masih ada hubungan
keluarga.
e)
Segala
penggunaan pribadi maupun berbagai informasi rahasia perusahaan demi suatu
kepentingan pribadi, seperti anjuran untuk membeli atau menjual barang atau
produk milik perusahaan yang didasarkan atas informasi rahasia tersebut.
f)
Segala penjualan
atau pembelian perusahaan yang menguntungkan pribadi.
g)
Segala
penerimaan dari keuntungan seseorang atau organisasi atau pihak ketiga yang
berhubungan dengan perusahaan.
h)
Segala aktivitas
yang berkaitan dengan insider trading atas perusahaan yang telah go public
yang merugikan pihak lain.
Apabila situasi yang telah disebutkan terjadi atau
apabila individu tidak yakin apakah suatu situasi yang sedang terjadi merupakan
benturan kepentingan, maka harus segera dilaporkan hal – hal yang terkait
dengan situasi tersebut kepada petugas kepatuhan perusahaan.
Apabila manajemen senior perusahaan menetapkan bahwa
situasi tersebut menimbulkan kepentingan, maka mereka harus segera melaporkan
benturan kepentingan ini kepada komite pemeriksa. Berikut ini merupakan
beberapa upaya suatu perusahaan atau organisasi dalam menghindari benturan kepentingan
adalah sebagai berikut :
1.
Menghindari diri
dari tindakan dan situasi yang dapat menimbulkan benturan kepentingan pribadi
dengan perusahaan.
2.
Mengusahakan
lahan pribadi untuk digunakan sebagai kebun perusahaan yang dapat menimbulkan
potensi penyimpangan kegiatan pemupukan.
3.
Menyewakan
properti pribadi kepada perusahaan yang dapat menimbulkan potensi penyimpangan
kegiatan pemeliharaan.
4.
Mengungkapkan
dan melaporkan setiap kepentingan di luar pekerjaan perusahaan.
5.
Memiliki bisnis
pribadi yang sama dengan perusahaan.
6.
Menghormati hak
setiap insane perusahaan untuk memiliki kegiatan di luar jam kerja, di luar
pekerjaan dari perusahaan dan yang bebas dari benturan kepentingan.
7.
Tidak akan
memegang jabatan dalam suatu lemaga atau institusi lain di luar perusahaan
dalam bentuk apapun, kecuali telah mendapat persetujuan tertulis dari yang
berwenang.
8.
Menghindari diri
dari memiliki kepentingan keuangan maupun non keuangan pada suatu
perusahaan atau organisasi pesaing.
9.
Menghindari
situasi atau perilaku yang dapat menimbulkan kesan, spekulasi atau kecurigaan
adanya benturan kepentingan.
10. Mengungkapkan atau melaporkan setiap kemungkinan
benturan kepentingan pada suatu kontrak yang telah disetujui maupun yang belum
disetujui.
11. Tidak akan menginvestasikan dana atau melakukan
ikatan bisnis pada individu atau pihak lain yang mempunyai keterkaitan bisnis
secara langsung ,aupun tidak langsung.
II.
ETIKA DALAM TEMPAT KERJA
Etika dalam profesionalisme bisnis. Ada dua hal yang
terkandung dalam etika bisnis yaitu kepercayaan dan tanggung jawab. Kepercayaan
diterjemahkan kepada bagaimana mengembalikan kejujuran dalam dunia kerja dan
menolak stigma lama bahwa kepintaran berbisnis diukur dari kelihaian
memperdayasaingan. Sedangkan tanggung jawab diarahkan atas mutu output sehingga
insan bisnis jangan puas hanya terhadap kualitas kerja yang asal-asalan. Adapun
beberapa praktik di dalam suatu pekerjaan yang dilandasi dengan etika dengan
berinteraksi di dalam suatu perusahaan, misalnya:
A.
Etika Terhadap Saingan
Kadang-kadang ada produsen berbuat kurang etis
terhadap saingan dengan menyebarkan rumor, bahwa produk saingan kurang bermutu
atau juga terjadi produk saingan dirusak dan dijual kembali ke pasar, sehingga
menimbulkan citra negatifdari pihak konsumen.
B. Etika Hubungan
dengan Karyawan
Di dalam perusahaan ada aturan-aturan dan
batas-batas etika yang mengatur hubungan atasan dan bawahan, Atasan harus ramah
dan menghormati hak-hak bawahan, Karyawan diberi kesempatan naik pangkat, dan
memperoleh penghargaan.
C. Etika dalam hubungan dengan public
Hubungan dengan publik harus dujaga sebaik mungkin,
agar selalu terpelihara hubungan harmonis. Hubungan dengan public ini
menyangkut pemeliharaan ekologi, lingkungan hidup. Hal ini meliputi konservasi
alam, daur ulang dan polusi. Menjaga kelestarian alam, recycling (daur ulang)
produk adalah uasha-usaha yang dapat dilakukan perusahaan dalam rangka mencegah
polusi, dan menghemat sumber daya alam.
III.
AKTIVITAS BISNIS INTERNASIONAL – MASALAH BUDAYA
Apakah sebuah bisnis merupakan multinasional sejati
atau hanya menjual kepada beberapa pasar luar negeri tertentu, terdapat
sejumlah faktor yang akan berpengaruh terhadap operasi internasionalnya.
Keberhasilan dalam pasar luar negeri sebagian besar ditentukan oleh cara-cara
bisnis tersebut menanggapi hambatan sosial, ekonomi, hukum, dan politik dalam
perdagangan internasional.
Perbedaan Sosial
dan Budaya
Setiap perusahaan yang memiliki rencana menjalankan
bisnis di negara lain harus memahami perbedaan antara masyarakat dan budaya
negara tersebut dengan negara asalnya, beberapa perbedaan tentu saja cukup
jelas terlihat. Sebagai contoh, perusahaan harus memperhitungkan faktor bahasa
dalam melakukan penyesuaian terhadap pengepakan, tanda dan logo.
IV.
AKUNTABILITAS SOSIAL
Tujuan Akuntanbilitas Sosial, antara lain :
1)
Untuk mengukur
dan mengungkapkan dengan tepat seluruh biaya dan manfaat bagi masyarakat yang
ditimbulkan oleh aktifitas-aktifitas yang berkaitan dengan produksi suatu
perusahaan.
2)
Untuk mengukur
dan melaporkan pengaruh kegiatan perusahaan terhadap lingkungannya, mencakup :
financial dan managerial social accounting, social auditing.
3)
Untuk
menginternalisir biaya sosial dan manfaat sosial agar dapat menentukan suatu
hasil yang lebih relevan dan sempurna yang merupakan keuntungan sosial suatu perusahaan.
V.
MANAJEMEN KRISIS
Manajemen krisis adalah respon pertama perusahaan
terhadap sebuah kejadian yang dapat merubah jalannya operasi bisnis yang telah
berjalan normal. Artinya terjadi gangguan pada proses bisnis ‘normal’ yang
menyebabkan perusahaan mengalami kesulitan untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi
yang ada, dan dengan demikian dapat dikategorikan sebagai krisis.
Kejadian buruk dan krisis yang melanda dunia bisnis
dapat mengambil beragam bentuk. Mulai dari bencana alam seperti Tsunami,
musibah teknologi (kebakaran, kebocoran zat-zat berbahaya) sampai kepada
karyawan yang mogok kerja. Segala kejadian buruk dan krisis, berpotensi
menghentikan proses normal bisnis yang telah dan sedang berjalan, membutuhkan
penanganan yang segera (immediate) dari pihak manajemen. Penanganan yang segera
ini kita kenal sebagai manajemen krisis (crisis management).
Saat ini, manajemen krisis dinobatkan sebagai new
corporate discipline. Manajemen krisis adalah respon pertama perusahaan
terhadap sebuah kejadian yang dapat merubah jalannya operasi bisnis yang telah
berjalan normal. Pendekatan yang dikelola dengan baik sebagai respon terhadap
kejadian itu terbukti secara signifikan sangat membantu meyakinkan para
pekerja, pelanggan, mitra, investor, dan masyarakat luas akan kemampuan
organisasi melewati masa krisis. Aspek dalam Penyusunan Rencana
Bisnis Setidaknya terdapat enam aspek yang mesti kita perhatikan jika kita
ingin menyusun rencana bisnis yang lengkap. Yaitu tindakan untuk menghadapi :
1.
Situasi darurat
(emergency response),
2.
Skenario untuk
pemulihan dari bencana (disaster recovery),
3.
Skenario untuk
pemulihan bisnis (business recovery),
4.
Strategi untuk
memulai bisnis kembali (business resumption),
5.
Menyusun
rencana-rencana kemungkinan (contingency planning), dan
6.
Manajemen krisis
(crisis management).
Penanganan Krisis Pada hakekatnya dalam setiap
penanganan krisis, perusahaan perlu membentuk tim khusus. Tugas utama tim manajemen
krisis ini terutama adalah mendukung para karyawan perusahaan selama masa
krisis terjadi. Kemudian menentukan dampak dari krisis yang terjadi terhadap
operasi bisnis yang berjalan normal, dan menjalin hubungan yang baik dengan
media untuk mendapatkan informasi tentang krisis yang terjadi. Sekaligus
menginformasikan kepada pihak-pihak yang terkait terhadap aksi-aksi yang
diambil perusahaan sehubungan dengan krisis yang terjadi. Dalam menghadapi
krisis dibutuhkan kepemimpinan yang efektif. Sang pemimpin mesti mengetahui
tujuan dan strategi yang jelas untuk mengatasai krisis. Tentu harus dilandasi
oleh rasa optimisme terhadap penyelesaian krisis. Mintalah dukungan dari semua
orang, dan tunjukkan bahwa perusahaan mampu menghadapi krisis yang terjadi ini
dengan baik. Tenangkan hati mereka. Ajaklah seluruh anggota organisasi untuk
terlibat dalam mencari dan menjalani solusi krisis yang telah disusun bersama.
Kasus Tylenol Johnson & Johnson
Johnson & Johnson adalah perusahaan
manufaktur yang bergerak dalam pembuatan dan pemasaran obat-obatan dan alat
kesehatan lainnya di banyak negara di dunia.
Pada hari kamis tgl 30 September 1982, laporan
mulai diterima oleh kantor pusat Johnson & Johnson bahwa adanya korban
meninggal dunia di Chicago setelah meminum kapsul obat Extra Strength Tylenol.
Tylenol adalah obat rasa nyeri yang di produksi oleh McNeil Consumer Product
Company yang kemudian menjadi bagian anak perusahaan Johnson & Johnson.Kasus kematian
ini menjadi awal penyebab rangkaian crisis management yang telah dilakukan oleh
Johnson & Johnson.
Penyelidikan terhadap kasus kematian itu
menyatakan bahwa terkandung sianida di dalam kemasan Tylenol. Sianida adalah
bahan kimia yang digunakan untuk melakukan test bahan baku di pabrik. Jika
dikonsumsi oleh masusia maka akan menyebabakan kematian mendadak. Awalnya
temuan ini dibantah oleh perusahaan akibat salah komunikasi namun keesokan
harinya diumumkan langsung kepada media massa. Dugaan sementara adalah ada
sekelompok orang yang membeli Tylenol dalam jumlah besar kemudian membubuhi
sianida kedalamnya lalu menjual kembali Tylenol ke pasar. Menjelang sore hari,
perusahaan meyakini bahwa pembubuhan sianida bukan terjadi di pabrik Fort Washington,
Pennsylvania, namun perusaahn tidak mau menannggung resiko dan memutuskan untuk
menarik kembali peredaran semua 93.000 botol dari batch itu yang dibubuhi
racun. Semua kegiatan promosi Tylenol pun dibatalkan.
Keesokan harinya, pimpinan perusahaan menerima
laporan lagi mengenai terdapatnya korban keenam yang meminum kapsul Tylenol
yang diproduksi di Round Rock, texas. Hal ini tambah meyakinkan pimpinan
perusahaan bahwa pembunuhan racun terjadi di Chicago dan bukan dii pabrik
Johnson & Johnson, sebab sangat mustahil untuk melakukan pembubuhan racun
pada dua pabrik pembuat Tylenol sekaligus.
1.
Kenapa
kasus bisa terjadi?
Kasus bermula pada bulan September 1982, di
mana tylenol yang merupakan salah satu produk Johson & Johson
terkontaminasi oleh racun sianida dan menyebabkan tujuh orang meninggal di
Chicago. Kasus meninggalnya konsumen tersebut menjadi sorotan oleh media massa
dan masyarakat Amerika Serikat dan diikuti tentang berbagai laporan dan
pemberitaan tentang 250 kematian dan penyakit sebagai akibat mengkonsumsi
kapsul Tylenol.
Jika dikaitkan dengan teori, isu akan muncul
ketika ada gap atau kesenjangan antara harapan publik dengan aktivitas
organisasi. Aktivitas organisasi atau dalam kasus ini adalah perusahaan Johson
& Johson tentu diharapkan mampu memberikan manfaat kesembuhan bagi publik.
Akan tetapi obat yang diproduksi oleh Johson & Johson justru mengakibatkan
kematian pada masyarakat di Chicago. Dari sini kemudian isu bahwa Tylenol
terkontaminasi racun sianida sehingga bisa menimbulkan kematian orang yang
mengkonsumsinya.
Sehingga bisa disimpulkan bahwa kasus yang
terjadi pada Johnson & Johnsonini disebabkan oleh adanya isu tentang adanya
racun sianida yang telah tercampur dalam kapsul Tylenol sehingga mengakibatkan
kematian pada beberapa orang di Chicago. Isu ini kemudian membuat perusahaan
mendapat banyak pemberitaan negatif dari media dan menimbulkan kepanikan banyak
orang. Pada kondisi inilah perusahaan dapat disebut mengalami krisis.
2.
Jenis
dan Tahapan Isu
Isu eksternal adalah isu yang mencakup
peristiwa yang berkembang di luar organisasi yang berpengaruh langsung atau
tidak langsung pada aktivitas organisasi. Isu pada perusahaan Johnson &
Johnsondisebut isu eksternal karena isu terkait racun sianida yang terkontaminasi
dalam produk kapsul Tylenol telah berkembang hingga keluar dan menyebar
kemana-mana sehingga menurunkan reputasi perusahaan di mata publiknya. Isu
eksternal melanda Johnson and Johnson terkait dengan kasus tylenol yang
merupakan deffensive issue yaitu isu-isu yang cenderung memunculkan ancaman
terhadap organisasi (Kriyantono,2012:158). Isu ini muncul karena harapan publik
yang tidak terpenuhi mengenai produk tylenol yang seharusnya menyehatkan
konsumennya tapi justru menyebabkan kematian karena kandungan sianida di daerah
Chicago pada bulan September 1982.
Kasus Tylenol perusahaan Johnson &
Johnsonini dapat dikategorikan ke dalam beberapa tahap isu :
A. Tahap origin (potential stage).
Pada tahap ini, seseorang atau sekelompok
orang mengekspresikan perhatiannya pada isu dan memberikan opini. Pada kasus
Tylenol, tahapan pertama ditandai dengan mulai beredarnya kabar tentang
kematian tujuh orang di Chicago yang diduga karena dalam kapsul Tylenol
terdapat racun sianida. Kemudian disusul oleh berbagai pemberitaan di media
tentang 250 kematian dan penyakit sebagai akibat mengkonsumsi kapsul Tylenol.
B. Tahap mediation dan amplifying (imminent
stage/emerging).
Pada tahap ini, isu berkembang karena isu-isu
tersebut telah mempunyai dukungan publik, yaitu ada sekelompok orang yang
saling mendukung dan memberikan perhatian pada isu-isu tersebut. Berdasarkan
jurnal ini, Wall Street Journal yang menulis: “perusahaan lebih memilih untuk
kehilangan dalam jumlah yang besar daripada mengambil resiko hingga lebih
banyak orang yang terkena”. Sehingga kemudian muncul gerakan “anti-perusahaan”.
Dalam kasus ini tahap mediasi tidak begitu tampak.
C. Tahap organization (current stage dan critical
stage).
Pada tahap ini publik sudah mulai
mengorganisasikan diri dan membentuk jaringan-jaringan. Pada tahap current
stage, isu berkembang menjadi lebih populer karena media massa memberitakannya
berulang kali dengan eskalasi tinggi. Tahap ini terjadi ketika banyak media
memberitakan tentang kematian warga Chicago akibat mengkonsumsi kapsul Tylenol
yang mengandung asam sianida. Sehingga menimbulkan kekhawatiran dari masyarakat
setempat. Sedangkan pada tahap critical stage, terjadi ketika publik mulai
terbagi menjadi dua kelompok, setuju dan menentang. Pada tahap critical stage
publik mulai terbagi dalam dua kelompok setuju dan menentang. Pada tahap ini
media massa menaruh perhatian pada Johnson & Johnson memberikan apresiasi
terhadap perusahaan tersebut. Isu ini dapat diubah oleh Johnson & Johnson
menjadi kesempatan membangun citra dan bukan menjadi penyebab jatuhnya reputasi
perusahaan.
Dalam kasus ini Johnson & Johnson
menarikan kembali jutaan botol kapsul Tylenol. Perusahaan menghabiskan setengah
juta dollar untuk memberitahu pihak dokter, rumah sakit dan distributor
mengenai bahaya yang mungkin terjadi (Regester & Larkin,2008). Hal ini
membuktikan bahwa Johnson & Johnson bertindak cepat saat krisis terjadi dan
memiliki skenario kemungkinan terburuk dan bertanggung jawab atas publik
mereka.
D. Tahap resolution (dormant stage).
Pada tahap ini, pada dasarnya perusahaan dapat
mengatasi isu dengan baikkarena pertanyaan- pertanyaan seputar isu “dapat
terjawab”, pemberitaan media mulai menurun, sehingga isu diasumsikan telah
berakhir. Pada kasus Tylenol, tahap ini terjadi ketika masyarakat Amerika
termasuk media massa memuji langkah-langkah yang diambil Johnson & Johnson
itu. Kemudian Johnson & Johnson bangkit kembali dalam bisnisnya dan
melanjutkan untuk meluncurkan produk Tylenol dengan kemasan baru dan
memenangkan Silver Anvil Award dari Public Relations Society of America untuk
penanganan krisis terbaik.
3.
Jenis
dan Tahapan Krisis
Jenis krisis yang terjadi pada perusahaan
Johnson & Johnsonadalah krisis malevonce. Menurut Kriyantono (2012:177)
krisis malevonce terjadi apabila seseorang atau sekelompok orang mempunyai
keinginan untuk menjatuhkan atau membahayakan organisasi, seperti sabotase.
Jadi, krisis yang dialami oleh perusahaan Johnson & Johnsonadalah krisis
malevonce karena krisis ini diakibatkan oleh ulah manusia yang entah tidak
sengaja atau sengaja telah memasukkan racun sianida pada saat proses produksi
obat Tylenol sehingga menimbulkan dampak yang sangat fatal yaitu kematian yang
menewaskan 7 warga di Chicago yang selanjutnya disusul oleh 250 kematian dan
penyakit akibat mengkonsumsi Tylenol. Krisis ini membahayakan perusahaan tidak
hanya dari segi reputasi namun juga secara materi, perusahaan mengalami
kerugian hingga jutaan dolar.
Secara umum krisis berkembang melalui tiga
tahap (Coombs, 2010; Devlin. 2007; Smudde 2001). Tahapan tersebut adalah :
·
Tahap pra krisis
(pre-crisis)
Tahap pra krisis terjadi ketika situasi serius
mulai muncul dan organisasi menyadarinya. Pada tahap ini, anggota organisasi
baik karyawan maupun pimpinan manajemen telah mengetahui tanda-tanda akan
terjadinya krisis. Pada kasus Johnson & Johnsontahap pra krisis terjadi
ketika ditetemukan racun sianida dalam produk kapsul Tylenol.
·
Tahap krisis (acute
crisis)
Tahap krisis (acute crisis) terjadi ketika
situasi tidak dapat dimanajemen dengan baik oleh organisasi sehingga situasi
tersebut menyebar luas ke luar organisasi. Pada kasus Johnson &
Johnsontahap ini terjadi ketika berita terkontaminasinya Tylenol dengan racun
sianida sudah menyebar ke massa serta munculnya pemberitaan di media tentang
dugaan 250 kematian dan penyakit yang dialami akibat konsumsi Tylenol.
·
Tahap pascakrisis
(post-crisis)
Tahap ini terjadi ketika krisis sudah
terakumulasi dan organisasi berupaya mempertahankan citranya. Pada masa ini
organisasi berupaya untuk memperbaiki segala akibat yang ditimbulkan krisis
(recovery). Tahap ini terjadi ketika perusahaan Johson dan Johson menarik semua
produk Tylenol serta menghentikan produk tersebut dari pasaran kemudian
melakukan. Perusahaan Johnson & Johnsonmenguji delapan juta tablet,
ternyata tidak lebih dari 75 tablet yang terkontaminasi. Pada akhirnya
perusahaan bangkit dan dengan berani meluncurkan kembali produk Tylenol dengan
kemasan baru. Bahkan puncak dari pascakrisis ini, Johnson &
Johnsonmemenangkan Silver Anvil Award dari Public Relations Society of America
untuk penanganan krisis. Sehingga perusahaan akhirnya bisa memulihkan
kepercayaan kembali dari masyarakat seperti sedia kala.
4.
Respon
yang dilakukan perusahaan
Respon yang dilakukan perusahaan adalah
menarik semua produk Tylenol dari masyarakat. Dalam pelaksanaannya, penarikan
tersebut meliputi 32 juta botol kapsul Tylenol dari seluruh tempat di Amerika.
Pelaksanaan penarikan itu juga dilakukan melalui iklan untuk menukar kapsul
dengan tablet baru Tylenol. Ribuan surat penawaran dikirimkan kepada para
penjual obat dengan pernyataan pernyataan yang sama dikirimkan lewat media
massa.
Kasus Johnson & Johnson ini berbeda dengan
kasus lainnya, karena pelanggaran dilakukan setelah produk keluar dari pabrik.
Namun, Tylenol merupakan produk Johnson & Johnson sehingga perusahaan
terjepit diantara kewajiban baik hukum, moral atau kedua-duanya dengan obat
yang menyandang namanya telah mengambil korban jiwa manusia dan di pihak lain
kerugian keuangan jika Johnson & Johnson mengambil tindakan penyelamatan
jiwa manusia dengan menarik puluhan juta botol kapsul Tylenol dari peredaran.
Perusahaan juga melakukan perubahan kemasan
baru yang menyerap biaya tambahan sebesar $ 2,4 sen per botol karena lebih
canggih dan tidak bisa dibuka paksa. Biaya Kampanye penarikan stok lama
termasuk biaya diskon untuk para dealer pun cukup besar, sekitar $40 juta.
Keseluruhan biaya extra ini akhirnya menjadi $ 140 juta. Tambahan pula, Johnson
& Johnson mengahadapi tiga tuntutan hukum, sehubungan dengan kasus kematian
di Chicago, walaupun akhirnya berhasil memenangkan gugatan karena memang tidak
ada kaitan kematian para korban bisa dibuktikan terjadi akibat kelalaian
Johnson & Johnson.
Adapan langkah yang diambil oleh Johnson &
Johnson secara ringkas adalah sebagai berikut,
1. Menarik semua penjualan dan pemasaran Tylenol
di Amerika.
2. Melakukan pengujian terhadap delapan juta
tablet kapsul Tylenol, namun ternyata tidak lebih dari 75 tablet yang
terkontaminasi.
3. Menghabiskan uang hingga setengah juta dollar
untuk perawatan rumah sakit para korban yang keracunan Tylenol sebagai bentuk
pertanggungjawaban perusahaan.
4. Meluncurkan serta memasarkan kembali kapsul
Tylenol dengan kemasan yang baru.
Kesimpulan
1. Johnson & Johnson telah menerapkan prinsip
“worst case-possible scenario”. Ini menjadi salah satu kunci keberhasilan
Johnson & Johnson dalam menanganani krisis karena perusahaan menerapkan
prinsip skenario terburuk dengan rela mengalami kerugian dalam jumlah yang
cukup besar demi menyelamatkan korban.
2. Johnson & Johnson telah merespon isu
dengan cepat karena perusahaan langsung menarik semua penjualan Tylenol dan
segera melakukan ujicoba terhadap delapan juta kapsul Tylenol terkait dengan
kandungan asam sianida ketika kabar tentang tujuh warga Chicago yang keracunan
sianida akibat meminum kapsul Tylenol muncul di msyarakat.
3. Johnson & Johnson mendahulukan keselamatan
publik. Ini terbukti ketika pihak perusahaan tak segan untuk mengeluarkan
jutaan dolar untuk membiayai perawatan dan pengobatan para korban yang
keracunan asam sianida.
4. Johnson & Johnson telah mempunyai rencana
komunikasi krisis. Terbukti ketika kabar tentang tujuh warga Chicago yang
keracunan sianida akibat meminum kapsul Tylenol, perusahaan langsung memberikan
pengumuman kepada publik bahwa perusahaan akan menarik semua penjualan Tylenol.
Selain itu pihak perusahaan juga mendatangi FDA untuk melakukan ujicoba
terhadap delapan juta kapsul Tylenol terkait dengan kandungan asam sianida.Bentuk
aliran informasi berupa pengumuman dan kerjasama dengan beberapa pihak tersebut
bisa dikatakan sebagai upaya komunikasi krisis.
5. Johnson&Johson sudah bijaksana dalam
melakukan pendekatan komunikasi dengan pendekatan hukum. Dalam sudut pandangan
hukum, segala kesalahan pasti harus dipertanggungjawabkan. Pihak perusahaan pun
telah bertanggung jawab dengan membiayai perawatan rumah sakit korban dan
melakukan pengujian benar ataukan tidak bahwa semua produk Tylenol-nya
mengandung asam sianida.
SUMBER :
Erni
R. Ernawan. 2007. Bussiness Ethics. Alfabeta.
Isnanto,
R. Rizal. 2009. Buku ajar etika profesi. Semarang:
Universitas Diponegoro
http://wahyudanu93.blogspot.co.id/2015/01/tugas-8-isu-etika-signifikan-dalam.html
Coombs, W.T. 2010. The
Handbook of Crisis Communication. West Sussex: Wiley-Blackwell
Harrison,
G. 2005. Communication
Strategies as a Basis for Crisis Management Including Use of the Internet as a
Delivery Platform Dissertation. Georgia State University. Georgia
Harrison,
K. 2008. Strategic
Public Relations: A Practical Guide to Success (5ed). Perth: Century
Consulting Group
Kriyantono,
Rachmat. 2012. Public Relations & Crisis Management.
Jakarta: Kencana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar